
LAPORAN PROTISTA
KULTUR MIKROALGA
PHORPIRIDIUM SP
Disusun
untuk memenuhi tugas praktikum protista
Oleh
Wildan
Rizki Ardhani (24020112120006)
Siti
Mudhakiroh
(24020112130033)
Ivan
Mahadika Putra (24020112130045)
Rahma
Qisti Nandina (24020112130075)
Siska
Melani (24020112130072)
Rahayu
Damayanti (24020112140098)
Hida
Kumalawati (24020112130106)
Frendi
Irawan (24020112130119)
SEMARANG
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
FAKULTAS
SAINS DAN MATEMATIKA
JURUSAN
BIOLOGI
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Mikroalga
adalah kelompok tumbuhan berukuran renik, diameternya antara 3-30 μm berupa
tanaman thalus serta memiliki klorofil sehingga sangat efisien dalam menangkap
dan memanfaatkan energi matahari dan CO2 untuk keperluan fotosintesis.
Mikroalga terdiri dari banyak spesies yang hampir semuanya adalah organisme
akuatik. Pertumbuhan mikroalga dalam media kultur dapat ditandai dengan
bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel (Sasmita et
al, 2004).
Porphyridium
sp. merupakan jenis mikroalga yang sulit dikultivasi. Karena Porphyridium sp.
sangat sensitif dan perlu ketelitian khusus agar mikroalga jenis ini bisa
dikultivasi. Laju pertumbuhan (growth rate) berbanding lurus dengan
produktivitas karena dengan laju pertumbuhan yang optimal akan menghasilkan
produktivitas yang optimal pula. Mikroalga yang mempunyai pertumbuhan baik akan
lebih aktif mengkonversi CO2 menjadi biomassa sehingga produktivitas biomassa
menjadi tinggi.
Oleh
karena itu praktikum ini dilakukan untuk mengetahui tingkat ketahanan alga pada
medium limbah dengan perlakuan pupuk urea dan walnu.
1.2 Tujuan
Membuat
kultur mikroalga beberapa spesies mikroalga yang guna melihat potensinya untuk
bioremediasi
1.3 Rumusan Masalah
1.3.1
Apakahmikroalgadapattumbuhpaa medium lidi?
1.3.2
Bagamanapengaruhperlakuanpupuk urea
padapertumbuhanmikroalga?
1.4 Manfaat
Melaluipraktikuminidiharapkandapatmengawalipengolahanlimbahlididenganmetodepengguraiandenganmikroalgasertadapatmelihatdampakpenggunaanpupuk
urea padamikroalga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kultivasi Mikroalga
2.1.1 Syarat Kultivasi Mikroalga
Kultivasi mikroalga dipengaruhi oleh beberapa faktor umum seperti faktor
eksternal (lingkungan) yang biasa dikenal. Faktor-faktor lingkungan tersebut
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan metabolisme dari makhluk hidup mikro
ini. Faktor-faktor tersebut antara lain:
(1) Derajat Keasaman
(pH)
Derajat
keasaman atau pH digambarkan sebagai keberadaan ion hidrogen. Variasi pH dalam
media kultur dapat mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan kultur mikroalga
antara lain mengubah keseimbangan karbon anorganik, mengubah ketersediaan
nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel. Kisaran pH untuk kultur alga biasanya
antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut berkisar antara 7,8-8,5. Secara umum
kisaran pH yang optimum untuk kultur mikroalga adalah antara 7–9. Semakin
tinggi kerapatan sel pada medium kultur menyebabkan kondisi medium kultur
meningkat tingkat kebasaannya (pH semakin tinggi) dan hal itu menyebabkan
peningkatan CO2 terlarut dalam medium kultur (Wijanarko dkk, 2007).
(2) Salinitas
Kisaran
salinitas yang berubah-ubah dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroalga. Beberapa
mikroalga dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang tinggi tetapi ada juga yang
dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang rendah. Namun, hampir semua jenis
mikroalga dapat tumbuh optimal pada salinitas sedikit dibawah habitat asal.
Pengaturan salinitas pada media yang diperkaya dapat dilakukan dengan
pengenceran dengan menggunakan air tawar. Kisaran salinitas yang paling optimum
untuk pertumbuhan mikroalga adalah 25-35‰ (Sylvester etal., 2002).
(3) Suhu
Suhu
merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga.
Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia, biologi dan fisika,
peningkatan suhu dapat menurunkan suatu kelarutan bahan dan dapat menyebabkan
peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi mikroalga di perairan. Secara
umum suhu optimal dalam kultur mikroalga berkisar antara 20-24 0C.
Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung pada media yang digunakan.
Suhu di bawah 16 oC dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan
suhu diatas 36 oC dapat menyebabkan kematian (Taw, 1990).
(4) Cahaya
Cahaya
merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis yang berguna untuk
pembentukan senyawa karbon organik. Intensitas cahaya sangat menentukan
pertumbuhan mikroalga yaitu dilihat dari lama penyinaran dan panjang gelombang
yang digunakan untuk fotosintesis. Cahaya berperan penting dalam pertumbuhan
mikroalga, tetapi kebutuhannya bervariasi yang disesuaikan dengan kedalaman
kultur dan kepadatannya. Pada kondisi gelap, mikroalga tidak melakukan proses
sintesa biomassa melainkan mempertahankan hidupnya dengan cara melakukan
respirasi sel sehingga medium kultur menjadi jenuh oleh senyawa karbonat yang
tidak dimanfaatkan mikroalga. Hal ini menyebabkan pengurangan proses transfer
gas CO2 ke dalam medium kultur (Wijanarko dkk, 2007). Namun pada akhirnya
antara kondisi terang maupun gelap menghasilkan produksi biomassa yang konstan
karena CTR (Carbon Transfer Rate) pada umumnya memiliki nilai yang tinggi
pada awal masa pertumbuhan dimana konsentrasi das CO2 di dalam medium kultur
masih di bawah ambang kejenuhan, sehingga gas CO2 lebih mudah larut dalam
medium kultur. Selain itu, kenaikan jumlah sel yang sangat besar mempertinggi
penyerapan gas yang terlarut dalam bentuk HCO3- oleh mikroalga. CTR kemudian
akan cenderung menurun seiring dengan waktu karena terjadinya
ketidaksetimbangan antara peningkatan jumlah sel dengan besarnya biofiksasi CO2
yang mengakibatkan produksi biomassa menjadi konstan kemudian menurun.
(5) Karbondioksida
Karbondioksida
diperlukan oleh mikroalga untuk memenbantu proses fotosintesis. Karbondioksida
dengan kadar 1-2% biasanya sudah cukup digunakan dalam kultur mikroalga dengan
intensitas cahaya yang rendah. Kadar karbondioksida yang berlebih dapat
menyebabkan pH kurang dari batas optimum sehingga akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan mikroalga (Taw, 1990).
Menurut
Wilde dan Benemann (1993), semakin tinggi laju alir gas CO2 maka
semakin tinggi laju pertumbuhan mikroalga dan produktivitas biomassanya. Pada
penelitian yang dilakukan Wilde dan Benemann, reaktor yang digunakan berjenis buble
coloumn dengan desain tertutup dan laju pembebanan gas CO2 bervariasi yaitu
0,1 - 0,5 l/l min, sedangkan konsentrasi gas CO2 yang digunakan adalah 40%
volume. Hasilnya, laju pertumbuhan terbesar terdapat pada laju pembebanan gas
CO2 0,5 l/l min sebesar 1,86 / hari. Hasil tersebut sesuai dengan percobaan
pada konsentrasi gas CO2 30% volume dan 40% volume yang mempunyai laju
pertumbuhan terbesar pada laju pembebanan CO2 0,07 l/l min yaitu 0,33 / hari.
Karbondioksida
(CO2) merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan
metabolisme mikroalga (Hoshida, et al., 2005). Mikroalga dapat menyerap CO2
pada kisaran pH dan konsentrasi gas CO2 yang berbeda. Efisiensi dari penyerapan
CO2 oleh mikroalga tergantung dari pH kultivasi dan dipengaruhi oleh perbedaan
konsentrasi gas CO2. Semakin tinggi konsentrasi gas CO2 maka semakin besar pula
pembentukan biomassa yang terjadi. Gas CO2 diserap oleh mikroalga dan digunakan
untuk proses biofiksasi menghasilkan biomassa(Olaizola, et al., 2004).
Menurut
Benemann (1997), penggunaan karbondioksida pada kultivasi mikroalga memiliki beberapa keuntungan, seperti
mikroalga tumbuh di air, lebih mudah
diamati pertumbuhannya daripada tumbuhan tingkat tinggi, mikroalga dapat tumbuh
sangat cepat dan mikroalga tidak membutuhkan tempat atau lahan yang sangat luas untuk tumbuh. Untuk
organisme seperti mikroalga, karbondioksida merupakan faktor yang penting yang
mempengaruhi pertumbuhan dan metabolism
mikroalga (Hoshida, et al., 2005).
(6) Nutrien
Mikroalga
memperoleh nutrien dari air laut yang sudah mengandung nutrien yang cukup
lengkap. Namun pertumbuhan mikroalga dalam kultur dapat mencapai optimum dengan
mencampurkan air laut dengan nutrien yang tidak terkandung dalam air laut
tersebut. Nutrien tersebut dibagi menjadi makro nutrien dan mikro nutrien.
Unsur makro nutrien terdiri atas N (meliputi nitrat), P (Posfat), K (Kalium), C
(Karbon), Si (silikat), S (Sulfat) dan Ca (Kalsium). Unsur mikro nutrien
terdiri atas Fe (Besi), Zn (Seng), Cu (Tembaga), Mg (Magnesium), Mo (Molybdate),
Co (Kobalt), B (Boron), dan lainnya (Sylvester et al., 2002; Edhy et
al., 2003; Cahyaningsih, 2009).
Nutrisi
yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga terdiri dari makro dan mikro nutrient.
Untuk makro nutrient terdiri dari C, H, N, P, K, S, Mg dan Ca, sedangkan untuk
mikro nutrient antara lain Fe, Cu, Mn, Zn, Co, Mo, Bo, Vn dan Si. Faktor
pembatas untuk mikroalga adalah N dan P (Dallaire, et al,. 2007).
(7) Aerasi
Aerasi
dalam kultivasi mikroalga digunakan dalam proses pengadukan media kultur.
Pengadukan sangat penting dilakukan bertujuan untuk mencegah terjadinya
pengendapan sel, nutrien tersebar dengan baik sehingga mikroalga dalam kultur
mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan meningkatkan
pertukaran gas dari udara ke media (Taw, 1990).
2.2 Deskripsi dan Klasifikasi Porphyridium sp
Porphyridium
spadalah
mikroalga merah bersel satu yang termasuk kelas Rhodophyceae, hidup
bebas atau berkoloni yang terikat dalam mucilago. Senyawa mucilago dieksresikan
secara konstan oleh sel membentuk sebuah kapsul yang mengelilingi sel. Mucilago
merupakan polisakarida sulfat yang bersifat larut dalam air. Klasifikasi Porphyridium
sp menurut Vonshak (1988)
adalah sebagai berikut
Kingdom : Protista
Filum :
Rhodophyta
Kelas :
Bangiophycidae
Ordo :
Porphyridiales
Famili :
Porphyridiaceae
Genus :
Porphyridium
Species : Porphyridium sp
Pemberian nama
alga merah untuk Porphyridium sp didasarkan atas kelebihan dan dominasi
dari pigmen merah r(red)-fikoeritrin dan r(red) -fikosianin yang
dimilikinya. Jenis klorofil yang dimilikinya adalah klorofil a sedangkan
klorofil b tidak ada dan diganti dengan klorofil d. Pigmen merah menutupi warna
dari pigmen fotosintesis lainnya. Pigmen r-fikoeritrin, r-fikosianin, dan
alllofikosianin terkandung dalam fikobillin dari alga merah. Fikobillin
berperan penting dalam fotosintesis sebagai pigmen penerima cahaya terutama
pada fotosistem II (PSII) dalam phycobillisome (Arylza 2005).
Sel Porphyridium
sp berbentuk bulat dengan diameter 4 - 9 μm. Struktur selnya terdiri dari
sebuah nukleus (inti), kloroplas, badan golgi, mitokondria, pati dan vesikel.
Setiap sel memiliki kloroplas dengan pirenoid di tengahnya. Porphyridium dapat
hidup di berbagai habitat alam seperti air laut, air tawar, maupun pada
permukaan tanah yang lembab dan membentuk lapisan kemerah-merahan yang sangat
menarik. Habitat asli dari Porphyridium diduga berasal dari laut karena
dapat hidup dengan baik pada media cair maupun media padat air laut (Borowitzka
1988).
Struktur sel Porphyridium
sp merupakan tipe struktur sel eukariotik. Setiap sel dikelilingi oleh
dinding sel yang terdiri dari dua lapisan. Lapisan bagian luar terdiri dari
bahan pectic dan lapisan bagian dalam terbuat dari cellulosic
microfibrils. Biomassa kering sel Porphyridium mengandung protein
28-39%, karbohidrat 40-57%, lipid 9-14% (Spolaore, 2006).
2.3 LimbahCair TPA (Lindi)
Leachate (air lindi) atau air luruhan sampah merupakan
tirisan cairan sampah hasil ekstrasi bahan terlarut maupun tersuspensi. Pada
umumnya leachate terdiri atas senyawa-senyawa kimia hasil dekomposisi sampah
dan air yang masuk dalam timbulan sampah. Air tersebut dapat berasal dari air
hujan, saluran drainase, air tanah atau dari sumber lain di sekitar lokasi
TPA.Pada saat terjadi hujan di lokasi Tempat Pembuangan Akhir, maka air hujan
akan masuk dan meresap kedalam tumpukan sampah yang kemudian membawa zat-zat
berbahaya dengan kepekatan zat pencemar yang tinggi melimpah atau keluar dari
timbunan sampah pada Tempat Pembuangan Akhir berupa limbah cair yang dinamakan
leachate (air lindi). Pada TPA yang masih beroperasi, BOD leachate(air lindi) dapat mencapai antara 2000 – 30.000 mg/l, COD
antara 3000 – 60.000 mg/l, TOC antara 1500 – 20.000 mg/l dan PH antara 4,5 –
7,5. Namun pada TPA yang sudah beroperasi lebih dari 15 tahun, pada umumnya
akan terjadi penurunan kandungan BOD, COD maupun TOC, bahkan pH dari leachate
cenderung mendekati netral dan mempunyai kandungan karbon organik dan mineral
yang relatif menurun. ( Martin, 1991 )
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat
3.1.1 Mikroskop
3.1.2 Alat
Tulis
3.1.3 Selang
3.1.4 Pipet
3.1.5 Gelas
Benda
3.1.6 Kaca
Penutup
3.1.7 Gelas
Ukur
3.1.8 Gelas
Beker
3.1.9 pH
meter
3.1.10 Aerator
3.1.11 Rak
3.2 Bahan
3.2.1 Limbah
cair TPA
3.2.2 Pupuk
Urea
3.2.3 Pupuk
Walne
3.2.4 Kultur
murni Porphrydium sp
3.2.5 Soda
kue
3.2.6 Air
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Botoldirendamdenganlarutanklorinaselama 15menit
kemudiandibilasdengan air dandikeringkan
3.3.2 Medium lididisiapkandandimasukandalambotol
3.3.3 Porphyridium
spditanam
3.3.4 Medium ditambahkanpupuk urea padabotol 1
danwalnepadabotol 2
3.3.5 Botoldipersiapkanaerasinya
3.3.6 Medium diamatiselama 2 minggu
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 TabelHasilPengamatan
Hari ke
|
Walne
|
Urea
|
1
|
98
|
96
|
2
|
60
|
0
|
3
|
447
|
81
|
4
|
585
|
326
|
5
|
728
|
678
|
6
|
750
|
531
|
7
|
761
|
400
|
8
|
663
|
581
|
9
|
448
|
688
|
10
|
797
|
713
|
11
|
314
|
157
|
12
|
217
|
286
|
13
|
265
|
80
|
14
|
140
|
112
|
4.2GrafikPertumbuhan

BAB V
PEMBAHASAN
Praktikum Protista denganjudulkulturmikroalgamemilikitujuanMembuatkulturmikroalgabeberapaspesiesmikroalga
yang gunamelihatpotensinyauntukbioremediasi. Alat yang
digunakandalamkulturskalalaboratoriumadalahtoplesdengan volume 500 mL,
peralatanaerasi, danlampu TL. Bahan yang digunakandalamkulturskalalaboratoriumadalahinokulanPorphyridium sp, umumnyamedia kulturberupaakuadesatau air lautnamunpadapraktikum kali
inidipergunakan medium lidiyaitulimbahcairberupa suspense dari TPA.
Perlakuanpertamamenggunakanpupukwalne, perlakuankeduamerupakanpupukurea.Persiapanwadahdimulaidenganpencucianalat-alathinggabersih.Toples
yang digunakansebagai media
kulturdisterilisasiterlebihdahulumenggunakanklorinkemudiandinetralkanmenggunakanaquades.Setelah
medium siapdantelahberisipupukdanmikroalgadilakukanpemasangan system
Aerasi.Aerasidiperlukanuntukmenghindaripengendapansel-sel yang tuadanataumati,
sehinggaselaluikutterhitung.Akibatnyasetelahkepadatanpopulasimencapaipuncak,
grafiktidakturunnamuncenderungstasioner.
Padapenanamanbibitkepadatanselawal yang
digunakanadalah10.000 sel/mL.Langkahuntukmendapatkankepadatanawal yang dihitungdenganrumuspengenceran.MenurutGunawan
(2004) rumuspengenceransebagaiberikut:

V1 : volume bibit yang diperlukanuntukpenebaranawal
V2 : volume air media yang akanditebaribibit
N1 :jumlahstokPorphyridium
sp
N2 :jumlahPorphyridium
spyang diingankan
Lindi atau air luruhan
sampah merupakan tirisan cairan sampah hasil ekstrasi bahan terlarut maupun tersuspensi
yang terdiri atas senyawa-senyawa kimia hasil dekomposisi sampah dan air yang
masuk dalam timbulan sampah. Air tersebut dapat berasal dari air hujan, saluran
drainase, air tanah atau dari sumber lain di sekitar lokasi TPA.Pada saat
terjadi hujan di lokasi Tempat Pembuangan Akhir, maka air hujan akan masuk dan
meresap kedalam tumpukan sampah yang kemudian membawa zat-zat berbahaya dengan
kepekatan zat pencemar yang tinggi melimpah atau keluar dari timbunan sampah
pada Tempat Pembuangan Akhir berupa limbah cair yang dinamakan leachate (air
lindi)( Martin, 1991 ).
Menurutreferensidiatas,
limbahlindiinimemangberacunbagikesehatanmanusia.Akan tetapimikroalgamemilikimekanismeadsorpsilogamberat.Selamainipenggunaanbiomassamikroalgasebagaipenyeraplogamtelahbanyakdikembangkan,
namunmasihmemilikikelemahandanresikoterkaitakumulasilogamberatterhadapselmikroalga.Metode
yang digunakanadalahabsorbsikationlogamberatolehdindingsel media bio
(mikroalga) yang bermuatannegatifdariguguskarboksil, hidroksil, sulfidril,
aminadanfosfat.Hal demikiandapatterjadipadamikroorganismedarigolongan alga
(fitoplankton).Dalamtulisannya, Oswald (1988) menyebutkanbahwa alga atauganggangmemilikipermukaan
yang bermuatannegatiftinggisehinggadapatmenariklogamberat yang
memilikimuatanpositif yang kuat.Melaluitingginyatingkatresirkulasi di perairan,
logamberatterserapoleh alga danmendiamitempat yang bersifatfakultatifatau di
bawahkondisilingkungan normal.
Pertumbuhan mikroalga
mengikuti fase pertumbuhan tertentu. Menurut (Enri, 1995)secara umum dapat dibagi menjadi lima fase
yang meliputi fase lag (adaptasi atau istirahat), fase eksponensial, fase
penurunan kecepatan pertumbuhan (deklinasi), fase stasioner dan fase kematian.

Pada fase lag
penambahan jumlah densitas mikroalga sangat rendah ataubahkan dapat dikatakan
belum ada penambahan densitas. Hal tersebut disebabkankarena sel-sel mikroalga
masih dalam proses adaptasi secara fisiologis terhadapmedia tumbuh sehingga
metabolisme untuk tumbuh manjadi lamban. Pada faseeksponensial terjadi
penambahan kepadatan sel mikroalga (N) dalam waktu (t)dengan kecepatan tumbuh
(μ) sesuai dengan rumus eksponensial.Pada fase penurunan kecepatan tumbuh
pembelahan sel mulai melambat
karena kondisi fisik dan kimia kultur mulai
membatasi pertumbuhan. Pada fasestasioner, faktor pembatas dan kecepatan
pertumbuhan bersifat setimbang karenajumlah sel yang membelah dan yang mati
sama. Pada fase kematian, kualitasfisik dan kimia kultur berada pada titik
dimana sel tidak mampu lagi mengalamipembelahan.
Pertumbuhanmikroba medium limbah TPA
denganpupukwalnemengalamifase lag selama 2harikemudianfaseeksponensialmulaiharike
3 sampaiharike 5. Fasepenurunankecepatantumbuhpadaharike 6
danfasestasionerpadaharike 7.Memasukifasekematian, namunpadaharike 7
dilakukanpenambahan nutrient berupa soda kueatauAmmonium Nitrat ((NH4)NO3)
Senyawainidigunakansebagaipupuk nitrogen dengankadar N 33%.
Prosespembuatannyacukupmurahdansederhana.Namunmikrobaterusmenurunsamapiharike 9
setelahitupertumbuhannaik drastic.Hal
inidisebabkanmikralgamengalamikematiansecaramasal,
namunsebagianmikroalgatetaphidup,
kemudianmulaitumbuhdansemakinbanyak.Pupukwalnemerupakanpupuk yang dirancangkhususuntukmikroalga

Urea adalahsenyawa yanglarutdalam air (NH2)2CO2, dengankandungan
nitrogen yang merupakankomponenutama urine mamaliadanorganisme lain seperti
fungi, sebagaihasilakhirdari metabolism protein. Sedangkan ammonia
adalahsenyawakimia yang terbentukdaridua gas, nitrogen dan hydrogen dengan
formula kimiaNH3.
Pertumbuhanmikrobajugadipengaruhioleh factor ekstrinsik.Berikut factor
yang berbedadibandingdengankondisipertumbuhanPorphyridium spdi alam Antara lainsalinitasdanpH.UmumnyaPorphyridium spdapatbertahanhiduppadakisaransalinitas
yang cukuplebar, yaitu 0,5-2 kali konsentrasi air laut (Vonshak 1988).
Salinitassebesar 4,6% tidakmenghambat proses pertumbuhan.
Meskipundemikiansalinitasdengankisaran 3,5-4,5% dapatmemacupertumbuhan yang
optimal (Arad dan Richmond 2004).Porphyridium spjugatoleranterhadapperubahan pH
padakisaranantara 5,2-8,3. Aktivitasfotosintesismenurunhinggamaksimum 33%
ketika pH turunmencapai 5 dan pH optimum fotosintesisPorphyridiumcruentumadalah
7,5 (Colman danGehl 1983 diacudalamVonshak 1988).
Salinitas yang diamati adalah mulai rentan 7-10atausekitar0,7-1%dan
pH 7-8. Ketidaksesuaianpadalingkunganalamdankurangnya nutrient pada medium
denganpupuk urea menyebabkanketidakseimbanganpadapertumbuhanmikroalga.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
PertumbuhanPorphyridium sppadakulturlindimengalamipadaperlakuanpupukwalnepertumbuhansesuaidengangrafikpertumbuhanmikroalga.
SelainituPorphyridium spdapatdikatakanbahwa
specimen mikroalgainibersifatresistenterhadap medium linda
5.2 Saran
Sebaiknyapembandingditambahdengan control berupametiumnetral.
Sehinggadapatdibandingkandenganpercepatanpertumbuhan normal
danpertambahanpopulasi normal.
DAFTAR
PUSTAKA
Arylza
IS. 2005. Isolasi pigmen biru fikosianin
dari mikroalgaSpirulina platensis.
Jurnal Oseanologi dan Limnologi di
Indonesia 38: 79-92.
Benemann JR.
1997, CO2 mitigationwith microalgae systems. J En ConvMgmt; 38: S475- 79.
Borowitzaka MA dan Borowitzaka LJ. 1988. Dunaliella. Dalam
Borowitzaka MA dan Borowitzaka LJ.
(Eds). Microalgal Biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.
Cahyaningsih, S.
2009. Standar Nasional Indonesia Pembenian Perikanan (PakanAlami). Pelatihan MPM-CPIB
Pembenihan Udang, 16-20 Juni 2009,Situbondo. Balai Budidaya Air Payau Situbondo.
Situbondo.
Edhy, W.A.,
Januar, dan Kurniawan. 2003. Plankton di Lingkungan PT. CentralPertiwi Bahari. Laboratorium
Central Department, Aquaculture DivisionPT. Central Pertwi Bahari. Tulang Bawang.
Sasmita et al. 2004. Pengembangan
Teknik Ultrafiltrasi untuk Pemekatan Mikroalga. [Prosiding Seminar]. Semarang: jurusan Teknik Kimia Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro.
Spolaore P,
Joannis-Cassan C, Duran E, Isambert A. 2006. Comercial applications
of microalgae. Jounal
Bioscience and Bioengineering 101 (2): 87–96.
Sylvester, B.,
Nelvy, dan Sudjiharno. 2002. Biologi Fitoplankton, BudidayaFitoplankton dan Zooplankton. Balai
Budidaya Laut Lampung. Makara,Teknologi. 9: 3-23.
Taw, N. 1990.
Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga.Proyek Pengembangan Udang,
United nations development Programme,Food and Agriculture Organizations of the United Nations.
Vonshak. 1988. Porphyridium. In Macro-Algae Biotechnology. Ed.
Borowitzka MA and Borowitzka LJ.
Cambridge : Universuty Press. 477 hlm.
Wijanarko dan E. S Murtini. 2007. Ekstraksi danStabilitas Betasianin
Daun Darah (Alternanthera dentata) KajianPerbandingan Pelarut Air : Etanol
dan Suhu Ekstraksi. JurnalTeknologi Pertanian. Vol 8 No.3 Desember 2007
( Martin, 1991 )
(Enri, 1995)
(Colman danGehl 1983 diacudalamVonshak 1988)
(Arad dan Richmond 2004)
Oswald (1988)