TITANIUM: Desember 2013

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

KULTUR MIKROALGA phorphyridium sp




LAPORAN PROTISTA
KULTUR MIKROALGA PHORPIRIDIUM SP

Disusun untuk memenuhi tugas praktikum protista
Oleh
Wildan Rizki Ardhani             (24020112120006)
Siti Mudhakiroh                      (24020112130033)
Ivan Mahadika Putra              (24020112130045)
Rahma Qisti Nandina             (24020112130075)
Siska Melani                            (24020112130072)
Rahayu Damayanti                 (24020112140098)
Hida Kumalawati                    (24020112130106)
Frendi Irawan                                     (24020112130119)



SEMARANG
UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
JURUSAN BIOLOGI
2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
            Mikroalga adalah kelompok tumbuhan berukuran renik, diameternya antara 3-30 μm berupa tanaman thalus serta memiliki klorofil sehingga sangat efisien dalam menangkap dan memanfaatkan energi matahari dan CO2 untuk keperluan fotosintesis. Mikroalga terdiri dari banyak spesies yang hampir semuanya adalah organisme akuatik. Pertumbuhan mikroalga dalam media kultur dapat ditandai dengan bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel (Sasmita et al, 2004).
            Porphyridium sp. merupakan jenis mikroalga yang sulit dikultivasi. Karena Porphyridium sp. sangat sensitif dan perlu ketelitian khusus agar mikroalga jenis ini bisa dikultivasi. Laju pertumbuhan (growth rate) berbanding lurus dengan produktivitas karena dengan laju pertumbuhan yang optimal akan menghasilkan produktivitas yang optimal pula. Mikroalga yang mempunyai pertumbuhan baik akan lebih aktif mengkonversi CO2 menjadi biomassa sehingga produktivitas biomassa menjadi tinggi.
            Oleh karena itu praktikum ini dilakukan untuk mengetahui tingkat ketahanan alga pada medium limbah dengan perlakuan pupuk urea dan walnu.

1.2  Tujuan
            Membuat kultur mikroalga beberapa spesies mikroalga yang guna melihat potensinya untuk bioremediasi

1.3  Rumusan Masalah
1.3.1        Apakahmikroalgadapattumbuhpaa medium lidi?
1.3.2        Bagamanapengaruhperlakuanpupuk urea padapertumbuhanmikroalga?

1.4  Manfaat
            Melaluipraktikuminidiharapkandapatmengawalipengolahanlimbahlididenganmetodepengguraiandenganmikroalgasertadapatmelihatdampakpenggunaanpupuk urea padamikroalga.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Kultivasi Mikroalga
2.1.1 Syarat Kultivasi Mikroalga
              Kultivasi mikroalga dipengaruhi oleh beberapa faktor umum seperti faktor eksternal (lingkungan) yang biasa dikenal. Faktor-faktor lingkungan tersebut berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan metabolisme dari makhluk hidup mikro ini. Faktor-faktor tersebut antara lain:

(1)   Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman atau pH digambarkan sebagai keberadaan ion hidrogen. Variasi pH dalam media kultur dapat mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan kultur mikroalga antara lain mengubah keseimbangan karbon anorganik, mengubah ketersediaan nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel. Kisaran pH untuk kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut berkisar antara 7,8-8,5. Secara umum kisaran pH yang optimum untuk kultur mikroalga adalah antara 7–9. Semakin tinggi kerapatan sel pada medium kultur menyebabkan kondisi medium kultur meningkat tingkat kebasaannya (pH semakin tinggi) dan hal itu menyebabkan peningkatan CO2 terlarut dalam medium kultur (Wijanarko dkk, 2007).

(2)   Salinitas
Kisaran salinitas yang berubah-ubah dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroalga. Beberapa mikroalga dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang tinggi tetapi ada juga yang dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang rendah. Namun, hampir semua jenis mikroalga dapat tumbuh optimal pada salinitas sedikit dibawah habitat asal. Pengaturan salinitas pada media yang diperkaya dapat dilakukan dengan pengenceran dengan menggunakan air tawar. Kisaran salinitas yang paling optimum untuk pertumbuhan mikroalga adalah 25-35‰ (Sylvester etal., 2002).


(3)   Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia, biologi dan fisika, peningkatan suhu dapat menurunkan suatu kelarutan bahan dan dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi mikroalga di perairan. Secara umum suhu optimal dalam kultur mikroalga berkisar antara 20-24 0C. Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung pada media yang digunakan. Suhu di bawah 16 oC dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan suhu diatas 36 oC dapat menyebabkan kematian (Taw, 1990).

(4)   Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis yang berguna untuk pembentukan senyawa karbon organik. Intensitas cahaya sangat menentukan pertumbuhan mikroalga yaitu dilihat dari lama penyinaran dan panjang gelombang yang digunakan untuk fotosintesis. Cahaya berperan penting dalam pertumbuhan mikroalga, tetapi kebutuhannya bervariasi yang disesuaikan dengan kedalaman kultur dan kepadatannya. Pada kondisi gelap, mikroalga tidak melakukan proses sintesa biomassa melainkan mempertahankan hidupnya dengan cara melakukan respirasi sel sehingga medium kultur menjadi jenuh oleh senyawa karbonat yang tidak dimanfaatkan mikroalga. Hal ini menyebabkan pengurangan proses transfer gas CO2 ke dalam medium kultur (Wijanarko dkk, 2007). Namun pada akhirnya antara kondisi terang maupun gelap menghasilkan produksi biomassa yang konstan karena CTR (Carbon Transfer Rate) pada umumnya memiliki nilai yang tinggi pada awal masa pertumbuhan dimana konsentrasi das CO2 di dalam medium kultur masih di bawah ambang kejenuhan, sehingga gas CO2 lebih mudah larut dalam medium kultur. Selain itu, kenaikan jumlah sel yang sangat besar mempertinggi penyerapan gas yang terlarut dalam bentuk HCO3- oleh mikroalga. CTR kemudian akan cenderung menurun seiring dengan waktu karena terjadinya ketidaksetimbangan antara peningkatan jumlah sel dengan besarnya biofiksasi CO2 yang mengakibatkan produksi biomassa menjadi konstan kemudian menurun.

(5)   Karbondioksida
Karbondioksida diperlukan oleh mikroalga untuk memenbantu proses fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2% biasanya sudah cukup digunakan dalam kultur mikroalga dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan pH kurang dari batas optimum sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga (Taw, 1990).
Menurut Wilde dan Benemann (1993), semakin tinggi laju alir gas CO2 maka semakin tinggi laju pertumbuhan mikroalga dan produktivitas biomassanya. Pada penelitian yang dilakukan Wilde dan Benemann, reaktor yang digunakan berjenis buble coloumn dengan desain tertutup dan laju pembebanan gas CO2 bervariasi yaitu 0,1 - 0,5 l/l min, sedangkan konsentrasi gas CO2 yang digunakan adalah 40% volume. Hasilnya, laju pertumbuhan terbesar terdapat pada laju pembebanan gas CO2 0,5 l/l min sebesar 1,86 / hari. Hasil tersebut sesuai dengan percobaan pada konsentrasi gas CO2 30% volume dan 40% volume yang mempunyai laju pertumbuhan terbesar pada laju pembebanan CO2 0,07 l/l min yaitu 0,33 / hari.
Karbondioksida (CO2) merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroalga (Hoshida, et al., 2005). Mikroalga dapat menyerap CO2 pada kisaran pH dan konsentrasi gas CO2 yang berbeda. Efisiensi dari penyerapan CO2 oleh mikroalga tergantung dari pH kultivasi dan dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi gas CO2. Semakin tinggi konsentrasi gas CO2 maka semakin besar pula pembentukan biomassa yang terjadi. Gas CO2 diserap oleh mikroalga dan digunakan untuk proses biofiksasi menghasilkan biomassa(Olaizola, et al., 2004).
Menurut Benemann (1997), penggunaan karbondioksida pada kultivasi  mikroalga memiliki beberapa keuntungan, seperti mikroalga tumbuh di air, lebih  mudah diamati pertumbuhannya daripada tumbuhan tingkat tinggi, mikroalga dapat tumbuh sangat cepat dan mikroalga tidak membutuhkan tempat atau lahan  yang sangat luas untuk tumbuh. Untuk organisme seperti mikroalga, karbondioksida merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi pertumbuhan  dan metabolism mikroalga (Hoshida, et al., 2005).

(6)   Nutrien
Mikroalga memperoleh nutrien dari air laut yang sudah mengandung nutrien yang cukup lengkap. Namun pertumbuhan mikroalga dalam kultur dapat mencapai optimum dengan mencampurkan air laut dengan nutrien yang tidak terkandung dalam air laut tersebut. Nutrien tersebut dibagi menjadi makro nutrien dan mikro nutrien. Unsur makro nutrien terdiri atas N (meliputi nitrat), P (Posfat), K (Kalium), C (Karbon), Si (silikat), S (Sulfat) dan Ca (Kalsium). Unsur mikro nutrien terdiri atas Fe (Besi), Zn (Seng), Cu (Tembaga), Mg (Magnesium), Mo (Molybdate), Co (Kobalt), B (Boron), dan lainnya (Sylvester et al., 2002; Edhy et al., 2003; Cahyaningsih, 2009).
Nutrisi yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga terdiri dari makro dan mikro nutrient. Untuk makro nutrient terdiri dari C, H, N, P, K, S, Mg dan Ca, sedangkan untuk mikro nutrient antara lain Fe, Cu, Mn, Zn, Co, Mo, Bo, Vn dan Si. Faktor pembatas untuk mikroalga adalah N dan P (Dallaire, et al,. 2007).

(7)   Aerasi
Aerasi dalam kultivasi mikroalga digunakan dalam proses pengadukan media kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan bertujuan untuk mencegah terjadinya pengendapan sel, nutrien tersebar dengan baik sehingga mikroalga dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan meningkatkan pertukaran gas dari udara ke media (Taw, 1990).

2.2  Deskripsi dan Klasifikasi Porphyridium sp
Porphyridium spadalah mikroalga merah bersel satu yang termasuk kelas Rhodophyceae, hidup bebas atau berkoloni yang terikat dalam mucilago. Senyawa mucilago dieksresikan secara konstan oleh sel membentuk sebuah kapsul yang mengelilingi sel. Mucilago merupakan polisakarida sulfat yang bersifat larut dalam air. Klasifikasi Porphyridium sp menurut Vonshak (1988) adalah sebagai berikut
Kingdom         : Protista
Filum               : Rhodophyta
Kelas               : Bangiophycidae
Ordo                : Porphyridiales
Famili              : Porphyridiaceae
Genus              : Porphyridium
Species            : Porphyridium sp
Pemberian nama alga merah untuk Porphyridium sp didasarkan atas kelebihan dan dominasi dari pigmen merah r(red)-fikoeritrin dan r(red) -fikosianin yang dimilikinya. Jenis klorofil yang dimilikinya adalah klorofil a sedangkan klorofil b tidak ada dan diganti dengan klorofil d. Pigmen merah menutupi warna dari pigmen fotosintesis lainnya. Pigmen r-fikoeritrin, r-fikosianin, dan alllofikosianin terkandung dalam fikobillin dari alga merah. Fikobillin berperan penting dalam fotosintesis sebagai pigmen penerima cahaya terutama pada fotosistem II (PSII) dalam phycobillisome (Arylza 2005).
Sel Porphyridium sp berbentuk bulat dengan diameter 4 - 9 μm. Struktur selnya terdiri dari sebuah nukleus (inti), kloroplas, badan golgi, mitokondria, pati dan vesikel. Setiap sel memiliki kloroplas dengan pirenoid di tengahnya. Porphyridium dapat hidup di berbagai habitat alam seperti air laut, air tawar, maupun pada permukaan tanah yang lembab dan membentuk lapisan kemerah-merahan yang sangat menarik. Habitat asli dari Porphyridium diduga berasal dari laut karena dapat hidup dengan baik pada media cair maupun media padat air laut (Borowitzka 1988).
Struktur sel Porphyridium sp merupakan tipe struktur sel eukariotik. Setiap sel dikelilingi oleh dinding sel yang terdiri dari dua lapisan. Lapisan bagian luar terdiri dari bahan pectic dan lapisan bagian dalam terbuat dari cellulosic microfibrils. Biomassa kering sel Porphyridium mengandung protein 28-39%, karbohidrat 40-57%, lipid 9-14% (Spolaore, 2006).

2.3  LimbahCair TPA (Lindi)
Leachate (air lindi) atau air luruhan sampah merupakan tirisan cairan sampah hasil ekstrasi bahan terlarut maupun tersuspensi. Pada umumnya leachate terdiri atas senyawa-senyawa kimia hasil dekomposisi sampah dan air yang masuk dalam timbulan sampah. Air tersebut dapat berasal dari air hujan, saluran drainase, air tanah atau dari sumber lain di sekitar lokasi TPA.Pada saat terjadi hujan di lokasi Tempat Pembuangan Akhir, maka air hujan akan masuk dan meresap kedalam tumpukan sampah yang kemudian membawa zat-zat berbahaya dengan kepekatan zat pencemar yang tinggi melimpah atau keluar dari timbunan sampah pada Tempat Pembuangan Akhir berupa limbah cair yang dinamakan leachate (air lindi). Pada TPA yang masih beroperasi, BOD leachate(air lindi)  dapat mencapai antara 2000 – 30.000 mg/l, COD antara 3000 – 60.000 mg/l, TOC antara 1500 – 20.000 mg/l dan PH antara 4,5 – 7,5. Namun pada TPA yang sudah beroperasi lebih dari 15 tahun, pada umumnya akan terjadi penurunan kandungan BOD, COD maupun TOC, bahkan pH dari leachate cenderung mendekati netral dan mempunyai kandungan karbon organik dan mineral yang relatif menurun. ( Martin, 1991 )






















BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat
   3.1.1                         Mikroskop
   3.1.2                         Alat Tulis
   3.1.3                         Selang
   3.1.4             Pipet
   3.1.5             Gelas Benda
   3.1.6             Kaca Penutup
   3.1.7             Gelas Ukur
   3.1.8                         Gelas Beker
   3.1.9             pH meter
   3.1.10           Aerator
   3.1.11           Rak

3.2 Bahan
   3.2.1             Limbah cair TPA
   3.2.2             Pupuk Urea
   3.2.3             Pupuk Walne
   3.2.4             Kultur murni Porphrydium sp
   3.2.5                         Soda kue
   3.2.6             Air

3.3 Cara Kerja
3.3.1                Botoldirendamdenganlarutanklorinaselama 15menit kemudiandibilasdengan air dandikeringkan
3.3.2                Medium lididisiapkandandimasukandalambotol
3.3.3                Porphyridium spditanam
3.3.4                Medium ditambahkanpupuk urea padabotol 1 danwalnepadabotol 2
3.3.5                Botoldipersiapkanaerasinya
3.3.6                Medium diamatiselama 2 minggu


BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 TabelHasilPengamatan
Hari ke
Walne
Urea
1
98
96
2
60
0
3
447
81
4
585
326
5
728
678
6
750
531
7
761
400
8
663
581
9
448
688
10
797
713
11
314
157
12
217
286
13
265
80
14
140
112

4.2GrafikPertumbuhan





BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum Protista denganjudulkulturmikroalgamemilikitujuanMembuatkulturmikroalgabeberapaspesiesmikroalga yang gunamelihatpotensinyauntukbioremediasi. Alat yang digunakandalamkulturskalalaboratoriumadalahtoplesdengan volume 500 mL, peralatanaerasi, danlampu TL. Bahan yang digunakandalamkulturskalalaboratoriumadalahinokulanPorphyridium sp, umumnyamedia kulturberupaakuadesatau air lautnamunpadapraktikum kali inidipergunakan medium lidiyaitulimbahcairberupa suspense dari TPA. Perlakuanpertamamenggunakanpupukwalne, perlakuankeduamerupakanpupukurea.Persiapanwadahdimulaidenganpencucianalat-alathinggabersih.Toples yang digunakansebagai media kulturdisterilisasiterlebihdahulumenggunakanklorinkemudiandinetralkanmenggunakanaquades.Setelah medium siapdantelahberisipupukdanmikroalgadilakukanpemasangan system Aerasi.Aerasidiperlukanuntukmenghindaripengendapansel-sel yang tuadanataumati, sehinggaselaluikutterhitung.Akibatnyasetelahkepadatanpopulasimencapaipuncak, grafiktidakturunnamuncenderungstasioner.
Padapenanamanbibitkepadatanselawal yang digunakanadalah10.000 sel/mL.Langkahuntukmendapatkankepadatanawal yang dihitungdenganrumuspengenceran.MenurutGunawan (2004) rumuspengenceransebagaiberikut:
V1 : volume bibit yang diperlukanuntukpenebaranawal
V2 : volume air media yang akanditebaribibit
N1 :jumlahstokPorphyridium sp
N2 :jumlahPorphyridium spyang diingankan

Lindi atau air luruhan sampah merupakan tirisan cairan sampah hasil ekstrasi bahan terlarut maupun tersuspensi yang terdiri atas senyawa-senyawa kimia hasil dekomposisi sampah dan air yang masuk dalam timbulan sampah. Air tersebut dapat berasal dari air hujan, saluran drainase, air tanah atau dari sumber lain di sekitar lokasi TPA.Pada saat terjadi hujan di lokasi Tempat Pembuangan Akhir, maka air hujan akan masuk dan meresap kedalam tumpukan sampah yang kemudian membawa zat-zat berbahaya dengan kepekatan zat pencemar yang tinggi melimpah atau keluar dari timbunan sampah pada Tempat Pembuangan Akhir berupa limbah cair yang dinamakan leachate (air lindi)( Martin, 1991 ).

            Menurutreferensidiatas, limbahlindiinimemangberacunbagikesehatanmanusia.Akan tetapimikroalgamemilikimekanismeadsorpsilogamberat.Selamainipenggunaanbiomassamikroalgasebagaipenyeraplogamtelahbanyakdikembangkan, namunmasihmemilikikelemahandanresikoterkaitakumulasilogamberatterhadapselmikroalga.Metode yang digunakanadalahabsorbsikationlogamberatolehdindingsel media bio (mikroalga) yang bermuatannegatifdariguguskarboksil, hidroksil, sulfidril, aminadanfosfat.Hal demikiandapatterjadipadamikroorganismedarigolongan alga (fitoplankton).Dalamtulisannya, Oswald (1988) menyebutkanbahwa alga atauganggangmemilikipermukaan yang bermuatannegatiftinggisehinggadapatmenariklogamberat yang memilikimuatanpositif yang kuat.Melaluitingginyatingkatresirkulasi di perairan, logamberatterserapoleh alga danmendiamitempat yang bersifatfakultatifatau di bawahkondisilingkungan normal.

Pertumbuhan mikroalga mengikuti fase pertumbuhan tertentu. Menurut (Enri, 1995)secara umum dapat dibagi menjadi lima fase yang meliputi fase lag (adaptasi atau istirahat), fase eksponensial, fase penurunan kecepatan pertumbuhan (deklinasi), fase stasioner dan fase kematian.


Pada fase lag penambahan jumlah densitas mikroalga sangat rendah ataubahkan dapat dikatakan belum ada penambahan densitas. Hal tersebut disebabkankarena sel-sel mikroalga masih dalam proses adaptasi secara fisiologis terhadapmedia tumbuh sehingga metabolisme untuk tumbuh manjadi lamban. Pada faseeksponensial terjadi penambahan kepadatan sel mikroalga (N) dalam waktu (t)dengan kecepatan tumbuh (μ) sesuai dengan rumus eksponensial.Pada fase penurunan kecepatan tumbuh pembelahan sel mulai melambat
karena kondisi fisik dan kimia kultur mulai membatasi pertumbuhan. Pada fasestasioner, faktor pembatas dan kecepatan pertumbuhan bersifat setimbang karenajumlah sel yang membelah dan yang mati sama. Pada fase kematian, kualitasfisik dan kimia kultur berada pada titik dimana sel tidak mampu lagi mengalamipembelahan.
            Pertumbuhanmikroba medium limbah TPA denganpupukwalnemengalamifase lag selama 2harikemudianfaseeksponensialmulaiharike 3 sampaiharike 5. Fasepenurunankecepatantumbuhpadaharike 6 danfasestasionerpadaharike 7.Memasukifasekematian, namunpadaharike 7 dilakukanpenambahan nutrient berupa soda kueatauAmmonium Nitrat ((NH4)NO3) Senyawainidigunakansebagaipupuk nitrogen dengankadar N 33%. Prosespembuatannyacukupmurahdansederhana.Namunmikrobaterusmenurunsamapiharike 9 setelahitupertumbuhannaik drastic.Hal inidisebabkanmikralgamengalamikematiansecaramasal, namunsebagianmikroalgatetaphidup, kemudianmulaitumbuhdansemakinbanyak.Pupukwalnemerupakanpupuk yang dirancangkhususuntukmikroalga

Urea adalahsenyawa yanglarutdalam air (NH2)2CO2, dengankandungan nitrogen yang merupakankomponenutama urine mamaliadanorganisme lain seperti fungi, sebagaihasilakhirdari metabolism protein. Sedangkan ammonia adalahsenyawakimia yang terbentukdaridua gas, nitrogen dan hydrogen dengan formula kimiaNH3.

Pertumbuhanmikrobajugadipengaruhioleh factor ekstrinsik.Berikut factor yang berbedadibandingdengankondisipertumbuhanPorphyridium spdi alam Antara lainsalinitasdanpH.UmumnyaPorphyridium spdapatbertahanhiduppadakisaransalinitas yang cukuplebar, yaitu 0,5-2 kali konsentrasi air laut (Vonshak 1988). Salinitassebesar 4,6% tidakmenghambat proses pertumbuhan. Meskipundemikiansalinitasdengankisaran 3,5-4,5% dapatmemacupertumbuhan yang optimal (Arad dan Richmond 2004).Porphyridium spjugatoleranterhadapperubahan pH padakisaranantara 5,2-8,3. Aktivitasfotosintesismenurunhinggamaksimum 33% ketika pH turunmencapai 5 dan pH optimum fotosintesisPorphyridiumcruentumadalah 7,5 (Colman danGehl 1983 diacudalamVonshak 1988).

Salinitas yang diamati adalah mulai rentan 7-10atausekitar0,7-1%dan pH 7-8. Ketidaksesuaianpadalingkunganalamdankurangnya nutrient pada medium denganpupuk urea menyebabkanketidakseimbanganpadapertumbuhanmikroalga.





















BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
            PertumbuhanPorphyridium sppadakulturlindimengalamipadaperlakuanpupukwalnepertumbuhansesuaidengangrafikpertumbuhanmikroalga. SelainituPorphyridium spdapatdikatakanbahwa specimen mikroalgainibersifatresistenterhadap medium linda

5.2 Saran
            Sebaiknyapembandingditambahdengan control berupametiumnetral. Sehinggadapatdibandingkandenganpercepatanpertumbuhan normal danpertambahanpopulasi normal.






















DAFTAR PUSTAKA
Arylza IS. 2005. Isolasi pigmen biru fikosianin dari mikroalgaSpirulina platensis. Jurnal    Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 38: 79-92.
Benemann JR. 1997, CO2 mitigationwith microalgae systems. J En ConvMgmt; 38: S475-            79.
Borowitzaka MA dan Borowitzaka LJ. 1988. Dunaliella. Dalam Borowitzaka MA dan     Borowitzaka LJ. (Eds). Microalgal Biotechnology. Cambridge: Cambridge University          Press.
Cahyaningsih, S. 2009. Standar Nasional Indonesia Pembenian Perikanan (PakanAlami).   Pelatihan MPM-CPIB Pembenihan Udang, 16-20 Juni 2009,Situbondo. Balai         Budidaya Air Payau Situbondo. Situbondo.
Edhy, W.A., Januar, dan Kurniawan. 2003. Plankton di Lingkungan PT. CentralPertiwi    Bahari. Laboratorium Central Department, Aquaculture DivisionPT. Central Pertwi          Bahari. Tulang Bawang.
Sasmita et al. 2004. Pengembangan Teknik Ultrafiltrasi untuk Pemekatan Mikroalga.         [Prosiding Seminar]. Semarang: jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas           Diponegoro.
Spolaore P, Joannis-Cassan C, Duran E, Isambert A. 2006. Comercial applications of         microalgae. Jounal Bioscience and Bioengineering 101 (2): 87–96.
Sylvester, B., Nelvy, dan Sudjiharno. 2002. Biologi Fitoplankton, BudidayaFitoplankton dan       Zooplankton. Balai Budidaya Laut Lampung. Makara,Teknologi. 9: 3-23.
Taw, N. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga.Proyek             Pengembangan Udang, United nations development Programme,Food and   Agriculture Organizations of the United Nations.
Vonshak. 1988. Porphyridium. In Macro-Algae Biotechnology. Ed. Borowitzka MA and   Borowitzka LJ. Cambridge : Universuty Press. 477 hlm.
Wijanarko dan E. S Murtini. 2007. Ekstraksi danStabilitas Betasianin Daun Darah             (Alternanthera dentata) KajianPerbandingan Pelarut Air : Etanol dan Suhu Ekstraksi.           JurnalTeknologi Pertanian. Vol 8 No.3 Desember 2007





( Martin, 1991 )
(Enri, 1995)
(Colman danGehl 1983 diacudalamVonshak 1988)
(Arad dan Richmond 2004)
Oswald (1988)