TITANIUM

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

Mesenkimal Stem Cell



                                                   


1.1 Latar Belakang

Perhatian dan penelitian dalam bidang sel punca (stem cells) mengalami kemajuan yang  pesat pada dasawarsa terakhir. Para peneliti menggunakan sel punca untuk mengetahui dan mempelajari proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan tubuh manusia serta patogenesis penyakit-penyakit yang diderita. Sel Punca juga dapat digunakan sebagai jalan keluar penyakit degeneratif yang bersifat ireversibel sehingga stem cell merupakan harapan baru bagi terapi kedokteran dimasa yang akan datang. Sel  punca  mesenkimal menurut Aggarwal (2005) mampu meningkatkan  toleransi  yang dapat mengurangi  risiko graft versus host-disease (GVHD), penolakan (rejeksi) dan peradangan  (inflamasi).   Hal  tersebut  membuat  sel punca  mesenkimal  menarik  untuk  riset  masa  depan sejauh  penggunaannya  dalam  setting  alogenik  diperhatikan.

1.2  Rumusan Masalah

1.2.1                  Bagaimana karakteristik mesenkimal stem cell?
1.2.2                  Bagaimana teknik isolasi, kulturisasi, diferensiasi, dan kriopreservasi mesenkimal stem cell?

1.3  Tujuan

1.3.1        Mengetahui  karakteristik mesenkimal stem cell
1.3.2        Mengetahui teknik isolasi, kulturisasi, diferensiasi, dan kriopreservasi mesenkimal stem cell



1.4 Manfaat

Memberikan pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai karakteristik mesenkimal stem cell beserta teknik isolasi, kulturisasi, diferensiasi, dan kriopreservasi dari stem cell mesenkimal di lembaga penelitian yang berfokus pada sel punca dan diagnostik kanker, Stem Cell and Cancer Institute (SCI) , PT. Kalbe Farma.

II. DAFTAR PUSTAKA


2.1 Sel Punca

Sel Punca atau stem cell adalah sel yang tidak atau belum terspesialisasi dan mempunyai kemampuan atau potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel-sel yang spesifik yang membentuk berbagai jaringan tubuh. Sel Punca mempunyai 2 sifat yang khas yaitu mampu berdiferensiasi dan mampu memperbanyak diri sendiri. Differentiate yaitu kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel lain. Sel Punca mampu berkembang menjadi berbagai jenis sel yang khas (spesifik) misalnya sel saraf, sel otot jantung, sel otot rangka, sel pankreas dan lain-lain. Self regenerate atau self renew yaitu kemampuan untuk memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri. Stem cells mampu membuat salinan sel yang persis sama dengan dirinya melalui pembelahan sel (Jusuf, 2008) .
Menurut Jusuf (2008) berdasarkan pada kemampuannya untuk berdifferensiasi sel punca dikelompokkan menjadi
a.       Totipoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi semua jenis sel. Yang termasuk dalam sel punca totipoten adalah zigot dan morula. Sel-sel ini merupakan sel embrionik awal yang mempunyai kemampuan untuk membentuk berbagai jenis sel termasuk sel-sel yang menyusun plasenta dan tali pusat. Karenanya sel punca kelompok ini mempunyai kemampuan untuk membentuk satu individu yang utuh.
b.      Pluripoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi 3 lapisan germinal (ektoderm, mesoderm, dan endoderm) tetapi tidak dapat menjadi jaringan ekstraembrionik seperti plasenta dan tali pusat. Yang termasuk sel punca pluripoten adalah sel punca embrionik (embryonic stem cells).
  1. Multipoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi berbagai jenis sel  misalnya sel punca hemopoetik (hemopoetic stem cells) yang terdapat pada sumsum tulang yang mempunyai kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi berbagai jenis sel yang terdapat di dalam darah seperti eritrosit, lekosit dan trombosit. Contoh lainnya adalah sel punca saraf (neural stem cells) yang mempunyai kemampuan berdifferensiasi menjadi sel saraf dan sel glia.
  2. Unipotent yaitu sel punca yang hanya dapat berdifferensiasi menjadi 1 jenis sel. Berbeda dengan non sel punca, sel punca mempunyai sifat masih dapat memperbaharui atau meregenerasi diri (self-regenerate/self renew) Contohnya erythroid progenitor cells hanya mampu berdifferensiasi menjadi sel darah merah.

2.2  Jenis-jenis Stem Cell

Stem Cell adalah sel yang mampu untuk memperbarui diri dan berdiferensiasi kedalam bentuk sel yang lain. Menurut sumbernya stem cell dapat diklasifikasikan kedalam embryonik stem cell dan adult stem cell yang berisikan hematopoetic, neural crest derived dan mesenkimal stem cell. Sumber baru dari stem cell telah dibuat, dikenal dengan induced pluripotent stem cells (Kaebisch, 2014).
Secara garis besar, menurut sifat totipotensinya,  stem cell dapat dikategorikan menjadi dua kategori besar, yaitu  stem cell dewasa (adult stem cells) yang berasal dari sumsum tulang belakang atau sel darah tepi orang dewasa yang diambil melalui operasi dan  stem cell embrionik (embryonic stem cell) yang berasal dari embrio (janin). Stem cell dewasa memiliki keterbatasan diferensiasi dalam hal pembentukan tipe sel dibandingkan dengan stem cell embrionik. Kelompok stem cell dewasa dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu stem cell turunan dari sumsum tulang (bone marrow-derived stem cell), stem cell spesifik di dalam organ, dan  induced pluripotent stem cell (iPSC) yang disebut juga sebagai  stem cell pluripoten yang dinduksi (diprogram ulang sehingga bersifat seperti halnya  stem cell embrionik). Selain itu  stem cell dari sumsum tulang dapat dibagi lagi menjadi  stem cell hematopoitik, sel progenitor (prekursor), dan stem cell mesenkimal (mampu berdiferensiasi menjadi sel penyusun jaringan ikat) (Rachman, 2013).

2.3 Mesenkimal Stem Cell

Stem cell  mesenkimal  terdapat di seluruh  organ tubuh terutama di daerah perivaskuler. Terdapat tiga sumber  stem cell  mesenkimal terbanyak yaitu jaringan adiposa, darah tali pusat, dan sumsum tulang (Kern, 2006).  Stem cell mesenkimal dapat berdiferensiasi menjadi sel adipogenik, myogenik, kardiomyogenik, kondrogenik, dan osteogenik. Karakteristik khas stem cell mesenkimal ialah tidak adanya penanda  stem cell  hematopoietik.  Stem cell mesenkimal dapat mengalami transdiferensiasi menjadi kardiomiosit dan sel jantung lainnya yang dapat meningkatkan fungsi jantung serta remodeling melalui pusat pengaturan  stromal derived factor (SDF-1/CXCR-4) (Sardjono, 2009a ). SDF-1 merupakan molekul di  permukaan sel stroma sumsum tulang sekaligus ligan dari CXCR-4 yang terdapat di  permukaan  stem cell  mesenkimal. Melalui pusat pengaturan SDF-1/CXCR-4, bila terjadi kerusakan jaringan seperti infark, segera terjadi migrasi stem cell  ke daerah tersebut yang selanjutnya dapat membantu proses regenerasi sel jantung. Studi mengenai  stem cell  mesenkimal ini pertama kali dilaporkan pada tahun 2001 di Jerman yang dilakukan pada seorang laki-laki yang mengalami infark miokard. Hasilnya, daerah infark mengecil dengan fraksi ejeksi, indeks kardiak, dan volume sekuncup naik sebesar 20-30%. Pada studi lainnya, juga ditemukan peningkatan signifikan dari fungsi jantung setelah dilakukan terapi (Schuleri, 2002). Banyaknya publikasi itu, membuka wawasan bagi peneliti dan klinisi dalam mengaplikasikan terapi  stem cell mesenkimal pada pengobatan infark miokard.

Gambar 2.1 Diferensiasi Multilineages Mesenkimal Stem cell (MSC) dan aditif yang digunakan untuk merangsang diferensiasi sel (Sardjono, 2009 b)

2.4  Teknik Isolasi, Kulturisasi, Diferensiasi, dan Kriopreservasi Mesenkimal Stem  Cell

Sumsum tulang manusia merupakan sumber potensial dari stem cell mesenkimal. Stroma sumsum tulang merupakan salah satu organ yang dibentuk oleh stem cell mesenkimal. Oleh karena itu stem cell mesenkimal seringkali disebut sel stromal multipoten. Secara teoritis, stem cell mesenkimal terdapat pada seluruh organ tubuh manusia, lebih tepatnya bagian dari populasi sel yang terdapat di daerah perivaskular. Pertimbangan jumlah sel, aksesibilitas, dan hasil penelitian yang telah dilakukan maka terdapat tiga sumber yang paling banyak digunakan untuk mendapatkan stem cell mesenkimal, yaitu sumsum tulang, darah tali pusat, dan jaringan adiposa. Jumlah stem cell mesenkimal jaringa adiposa lebih banyak dibandingkan stem cell mesenkimal dari kedua sumber lainnya. Literatur ilmiah menyebutkan bahwa persentase isolasi stem cell mesenkimal dari jaringan adiposa menyamai sumsum tulang yaitu 100%. Isolasi stem cell mesenkimal pada darah tali pusat sangat sulit dilakukan, sehingga persentase keberhasilan isolasinya pun hanya berkisar 29-63%. Meskipun demikian, stem cell mesenkimal yang didapat dari darah tali pusat memiliki potensi proliferasi yang jauh lebih tinggi, terutama bila dibandingkan stem cell mesenkimal dari sumsum tulang.  Hingga saat ini karakteristik absolut stem cell mesenkimal masih banyak dipertanyakan, terutama yang menyangkut model protein permukaan yang terdapat padanya. Sebagai contoh dari ketidaksesuaian ini adalah keberadaan CD29, CD44, dan CD166 yang sebenarnya juga banyak dimiliki stem cell mesenkimal. Selain itu stem cell yang diisolasi dari jaringan adiposa juga menunjukkan ekspresi CD34 dan CD54 pada permukaannya. Dalam hal potensi diferensiasi, sejumlah peneliti juga melaporkan bahwa stem cell mesenkimal yang didapat dari darah tali pusat hanya mampu membentuk dua jalur diferensiasi, yaitu kondrogenik dan osteogenik (Halim, 2010).
     Sesuai bentuk sumbernya, maka langkah  awal yang dilakukan dalam rangka isolasi stem cell mesenkimal dari sumsum tulang dan darah tali pusat adalah dengan mendapatkan populasi sel mononuklear terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa Ficoll-Hypaque dan berdasarkan prinsip perbedaan gradien antar masing-masing populasi sel yang terkandung dalam cairan darah. Berbeda dengan hal tersebut isolasi stem cell mesenkimal dari jaringan adiposa dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan degraasi protein terhadap jaringan kolagen yang menyelimuti stem cell mesenkimal dalam jaringan adiposa. Degradasi protein secara enzimatik ini biasanya dilakukan dengan pemberian enzim kolagenase (Halim, 2010).
   Sifat mesenkimal stem cell yang menempel pada dasar cawan kultur menyebabkan populasi sel mononuklear yang dikultur dan menempel pada dasar cawan dapat diperkirakan terdiri dari stem cell mesenkimal. Setelah melewati beberapa kali subkultur, kemurnian populasi stem cell mesenkimal diperkirakan telah optimal. Kemurnian ini selanjutnya dapat diuji dan dipastikan kembali dengan menggunakan Fluorescence activated sel sorting (FACS) yaitu berdasarkan prinsip keberadaan molekul protein permukaan stem cell mesenkimal (Halim, 2010).
Menurut Halim (2010) sesuai konsensus yang dikeluarkan oleh The International society of Celluler Therapy, sebuah sel yang tergolong stem cell mesenkimal harus memiliki karakteristik berikut:
-     Bila dikultur dalam sebuah cawan kultur plastik, maka sel tersebut akan menempel pada permukaan cawan.
-     Memiliki molekul permukaan (cluster of differentiation, CD): CD73, CD90, dan CD105. Berbeda dengan stem cell hematopoetik, stem cell mesenkimal tidak mengekspresikan CD34, CD14, dan CD45, serta HLA-DR.
-     Mampu berdiferensiasi sesuai tiga jalur utama diferensiasi mesenkimal, yaitu osteogenik (menjadi tulang/osteosit), kondrogenik (menjadi sel tulang rawan/kondrosit), dan adipogenik (menjadi sel lemak/osteogenik).
Dua metode yang paling sering digunakan dalam identifikasi dan isolasi stem cell dewasa adalah pemisahan sel mononuklear yang mengandung stem cell, pada darah tepi. Darah tali pusat, dan sumsung tulang; serta identifikasi dan isolasi stem cell yang terkandung dalam populasi multiseluler dengan menggunakan Fluorescent activated cell sorting (FACS) /flowcytometry. Metode yang paling umum digunakan dalam isolasi populasi sel mononuklear adalah berprinsip sentrifugasi perbedaan densitas (dencity gradient centrifugation). Medium gradien densitas yang umumnya digunakan untuk meakukan hal ini adalah Ficoll® -Hypaque®. Ficoll Hypaaque adalah polimer dekstran yang menginduksi agregasi eritrosit, yang dicampur dengan senyawa aromatik teriodinisasi untuk meningkatkan osmolaritas dan densitas cairan. Populasi sel mononuklear dapat diisolasi dengan menggunakan satu lapis medium, dengan densitas 1,007 g/mL (Halim, 2010).
Teknik ideal dan menjanjikan untuk memperoleh populasi murni sel yang dikehedaki berdasarkan berbagai parameter yang menunjukkan karakteristiknya adalah dengan menggunakan flow cytometer. Secara garis besar flow cytometry terdiri dari tiga sistem yang bekerja secara seksama, yaitu sistem fluiditik (hidrodinamik), sistem optik dan sistem konputer. Penanda fluorescent melekat pada reseptor permukaan stem cell secara spesifik, sehingga stem cell dapat dikenali sebagai sel yang berpijar saat dikenai sinar laser yang dikeluarkan oleh flow cytometer (Halim, 2010).
Medium yang biasa digunakan untuk kulturisasi stem cell mesenkimal adalah α-modified eagle’s medium atau αMEM dan Dulbeco modified eagle’s medium (DMEM) ke medium tersebut biasanya ditambahkan L-glutamin, serta hanya mengandung sedikit kadar glukosa. Uji diferensiasi pada stem cel mesenkimal dilakukan dengan menambahkan senyawa yang mampu merangsang terjadinya diferensiasi yang diinginkan. Selain dengan berdiferensiasi stem cell mesenkimal diduga dapat mengatasi penyakit degeneratif dengan menjadi sel tropik (Halim, 2010).
Simpan beku (kriopreservasi) dapat didefinisikan sebagai sebuah metode untuk menyimpan sel dalam keadaan inaktif, dengan cara melakukan pendinginan hingga mencapai suhu dibawah 0oC (subzero), sehingga dapat digunakan untuk reaktivasi di kemudian hari dengan cara melakukan pencairan. Suhu paling ideal untuk menyimpan sel dalam waktu yang lama adalah -196oC  (dalam nitrogen cair). untuk melindungi sel dari bahaya kematian, maka krioprotektan selalu ditambahkan pada medium yang mengandung populasi sel yang dibekukan.  Jenis krioprotektan yang sering digunakan adalah dimethylsulfoxide (DMSO) dan etilen glikol. Metode yang paling banyak dijadikan standar kriopreservasi adalah metode pendinginan lambat (slow cooling), pendinginan dilakukan secara bertahap, sehingga membutuhkan waktu ±90 menit s.d. 5 jam. Namun metode ini memiliki sejumlah kelemahan. Salah satu alternatifnya adalah metode vitrifikasi yaitu pendinginan sel berlangsung dengan amat cepat, sehingga diharapkan sel dan lingkungan sekitarnya didalam medium kriopreservasi berubah menjadi vitreus atau glassy state  (memiliki tingkat viskositas yang sangat tinggi layaknya kaca) ( Halim, 2010).

2.5 Mekanisme stem cell dalam regenerasi

Homing merupakan aktivitas stem cell untuk kembali kerumahnya, yaitu jaringan atau organ tubuh yang rusak dan hendak diperbaiki. Salah satu contoh protein yang berperan dalam rangsang aktivitas homing stem cell adalah sphingosine 1-phosphate (S1P). Senyawa ini memiliki reseptor S1P3 yang dimiliki oleh stem cell mesenkimal, sehingga memungkinkan adanya perlekatan antara keduanya. Interaksi selular tersebut akan mengarahkan stem cell untuk berdiferensiasi menjadi miofibroblas sekaligus bergerak menuju ke organ hati yang mengalami fibrosis, setelah stem cell diadministrasikan secara sistemik atau secara langsung sampai pada jaringan yang dituju, maka mekanisme regenerasi jaringan yang rusak pun segera dimulai. Mekanisme perbaikan jaringan yang rusak dengan menggunakan stem cell terdiri dari dari dua jenis, yaitu diferensiasi stem cell dan produksi faktor pertumbuhan. Terapi stem cell yang ditujukan untuk penderita kelainan tulang dan otot paling mungkin menggunakan stem cell mesenkimal. Hal ini berdasarkan kemampuan stem cell mesenkimal berdiferensiasi menjadi sel tulang, sel tulang rawan, sel lemak, sel tendon, dan sel stromal sumsum tulang (Halim, 2010).
Stem cell mesenkimal mampu bertindak sebagai sel tropik dalam proses hematopoetik dengan memproduksi sejumlah sitokinin dan faktor pertumbuhan hematopoetik IL-6, IL-7, IL-8, IL-11, IL-12, IL-14, SCF, flt3 ligan (FL), dan macrophage-colony stimulating factor (M-CSF). Faktor atau protein penanda homing stem cell mesenkim lainnya yang berhasil di identifikasi adalah monocyte chemotactic protein-3 (MCP-3) (Halim, 2010).




III. METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Pelaksanaan kerja praktik dilaksanakan mulai  tanggal 02 Februari 2015 – Selesai. Lokasi kerja praktik adalah Stem Cell and Cancer Institute, PT Kalbe Farma. Jl. Let. Ahmad Yani No.2, Pulo Mas, Jakarta.

3.2 Alat dan Bahan

        Alat-alat yang digunakan yaitu sterilisator, timbangan analitik, tabung, cawan atau botol kultur, pipet serologi, syringe , needle, gelas piala, botol gelas, gelas ukur, hemocytometer, mikropipet, lemari pendingin 2-8oC, lemari freezer -200oC, APD, pass box interlock, laminar air flow, inkubator CO2, mikroskop inversi, sentrifuge..
Bahan-bahan yang digunakan yaitu  populasi stem cell,  medium kultur, medium gradien densitas (Ficoll Hypaque),  serum, antibiotik, antijamur, faktor pertumbuhan, molekul penanda fluorescent,  krioprotektan,  senyawa perangsang diferensiasi.

3.3 Cara Kerja

3.3.1  Isolasi
  1.  Pemisahan sel mononuklear yang mengandung stem cell, pada darah tepi, arah tali pusat, dan sumsum tulang.
Populasi sel mononuklear diisolasi dengan menggunakan satu lapis medium Ficoll Hypaque  dengan densitas 1,007 g/mL. Setelah darah tercampur dengan Ficoll Hypaque disentrifugasi dengan kecepatan ±400 g pada suhu ruangan. Kemudian lapisan tipis populasi sel mononuklear yang berada diantara lapisan plasma dan lapisan Ficoll Hypaque diambil menggunakan pipet.
2.  Identifikasi dan Isolasi stem cell yang terkandung dalam populasi multiseluler, dengan menggunakan flowcytometry.
Populasi multiseluler diuji dalam alat flowcytometer dengan penambahan molekul penanda spesifik (fluorescent). Sel dilewatkan pada aliran cairan isotonik, sinar laser akan mengenainya. Sel yang diberi label fluorescent (stem cell) akan bermuatan negatif. Sel bermuatan negatif akan jatuh terpisah sehingga populasi murni stem cell diperoleh.
3.3.2 Kulturisasi dan Diferensiasi
Medium kultur α-modified eagle’s medium atau αMEM dan Dulbeco modified eagle’s medium (DMEM) disiapkan dengan penambahan L-glutamin, dan sedikit glukosa.
Diferensiasi dilakukan dengan cara medium ditambahkan senyawa yang mampu merangsang terjadinya diferensiasi yang diinginkan. Medium osteogenik terdiri dari Iscove Modified Dulbecco’s Medium (IMDM) disuplementasi dengan deksametason, asam askorbat, gliserol, atau gliserofosfat. Diferensiasi chondrogenik medium yang umum dipakai terdiri dari Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM) tinggi glukosa disuplementasi dengan deksametason, sodium piofosfat, prolin, Tumor Growth Factor (TGF)  insulin, transferin, asam seleneic, Bovine Serum Albumin (BSA), dan asam linoleat. Diferensiasi adipogenik menggunakan IMDM disuplementasi FBS, deksametason, bovine insulin, 1-metil-3-isobutilamin, dan indometasin. Diferensiasi neurogenik medium menggunakan IMDM disuplementasi dengan basic Fibroblast Growth Factor (bFGF), asam retinoat, beta mercaptoethanol (BME), setelah dicuci dengan medium D-Hanks kemudian ditambahkan DMSO dan beta hidroxy anisole (BHA). Diferensasi hepatogenik menggunakan IMDM disuplementasi dengan FBS, penisilin dan streptomisin. Selanjutnya digunakan medium IMDM disuplementasi FBS, FGF-4, dan penisilin-streptomisin.
3.3.3 Kriopreservasi
Sel didinginkan pada suhu 0oC (subzero) atau -196oC untuk penyimpanan jangka panjang.



DAFTAR PUSTAKA


Aggarwal  S,  Pittenger MF. Human mesenchymal  stem  cells modulate  allogeneic  immune  cell  responses.  Blood . 2005;105:181522.
Halim D, Murti H, Sandra F, Boediono A, Djuwantono T, Setiawan B. Stem cell-dasar teori & aplikasi klinis. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2010.
Kaebisch C, et al, The role of purinergic receptors in stemcell differentiation, Comput Struct Biotechnol J (2014), http://dx.doi.org/10.1016/j.csbj.2014.11.003.
Kern S, Eichler H, Stoeve J, Kluter H, Bieback K. Comparative analysis of mesenchymal stem cells from bone marrow, umbilical cord blood, or adipose tissue. Stem Cells. 2006;24:1294-301.
Rachman, arief. 2013. Stem cell, harapan baru dunia kedokteran. Smart Living. Ed.45: 62-9.
Sardjono CT, Frisca, Prawiro W, Setiawan B, Sandra F. The secrets of Stem cell therapy for myocardial infarction. CDK 2009;36:177-9.
Sardjono, CT et al. Application of a modified method for stem cell isolation from lipoaspirates in basic lab. Medical Journal Indonesia. 2009;18:92-7.
Schuleri KH, Amado LC, Boyle AJ. Early improvement in cardiac tissue perfusion due to mesenchymal stem cells. Am J Physiol Heart Circ Physiol. 2008;294(5):2002-11.

Cara mengobati kudis atau gudig ampuh



Hai sobat Blogger
Udah sekian lama ga ngepost artikel lagi,,, sebenernya males alesan utamanya disamping jadwal kuliah, skripsi dan ponpes yang seabrek...
Awal mula cerita temen sekamar saya sebut saja X terkena penyakit kudis atau yang biasa disebut gudig, ga parah sih, lama kelamaan kudis tersebut menular ke ane, padahal ane udaah ati2 bgt tuh sob... this is the first time ane ngerasaain kudis... kalo malam ampun gatel banget, berhubung ane jaga image jadi garuk2 nya ngumpet :D , soalnya daerah paha yang kena jadi temen2 ga pada tahu :v.. to do point , akhirnya ane nemu resep manjur buat bunuh tuh kudis sampe bekas2nya sob:
1.       Sabun mandi ganti pakai JF SULFUR. Pokoknya yang ada sulfurnya
2.       Kalo mau tidur atau pas gatel olesin pake Salep 88, rasanya enak banget sob.. ini yang utama, ga usah eman2 yah sob, manjur ko
3.       Cuci setrika semua pakaian handuk, kalo udah dipake jangan dipake lagi sebelum dicuci setrika.
4.       Berjemur dibawah matahari sob buat matiin tungau nya
Itu aja ya sob, tapi yang paling penting point 1 dan 2.. semoga artikel ini bermanfaat

nilai sementara praktikum Mikroling 2015

berhubung nilai max 80 maka q kalkulasiin lagi, kalo mau perbaikan nilai (ga harus dibawah 60)  konfirmasi lewat Sms, Thx

Jamur Entomopatogenik


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
      Jamur merupakan organisme eukariotik, ada yang bersifat saprofit, mutualisme dan parasit.Apabila suatu jamur bersifat saprofit artinya jamur itu hidup pada organisme yang telah mati untuk mengurai bahan organik sebagai substrat untuk makanannya jadi tidak bersifat merugikan. Jamur yang bersifat mutualisme adalah jamur yangbersimbiosis dengan algae, dimana jamur akan menyediakan bahan anorganik yang dibutuhkan algae untuk fotosintesis sehingga jamur bisa mendapatkan nutrisi (bahan organik) dari algae atau yang dikenal dengan istilah lichenes, sedangkan jamur yang bersifat parasit adalah jamur yang mengambil nutrisi dari inang bahkan bisa dengan cara membunuh inang tersebut. Jenis jamur ini merugikan.
      Pada umumnya jamur yang bersifat parasit adalah jenis jamur yang merugikan karena menyerap nutrisi pada tubuh inang yang ditempelinya, akan tetapi ada pengecualian pada jamur entomopathogenik. Jamur entomopatogenik adalah kelompok jamur yang dapat menginfeksi serangga, jamur ini tidak bersifat merugikan walaupun dapat menginfeksi serangga. Terdapat banyak jenis jamur yang dapat menginfeksi serangga yang salah satunya adalah spesies Beauvaria bassiana
      Beauvaria bassianaadalah jenis jamur dari filum Ascomycota yang memiliki kemampuan sebagai biopestida alamikarena sebagai patogen dari serangga hama seperti belalang, ulat, rayap, semut merah, wereng, walang sangit merugikan pertanian, perkebunan, hutan, tanaman hias ataupun holtikultura. Dengan cara menginfeksi serangga melalui kulit kutikula, mulut dan ruas-ruas yang terdapat pada tubuh seranggadengan diaplikasikan dalam bentuk konidia yang dalam bentuk konidia yang dapat menginfeksi serangga melalui kulit kutikula, mulut dan ruas-ruas yang terdapat pada tubuh serangga. Pemberantasan hama secara alami atau biologi jauh lebih aman dan murah untuk dilakukan dibandingkan dengan cara kimia seperti menggunakan pestisida.
      Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa jamur entomopatogenik adalah jamur yang memiliki manfaat dan peranan penting dalam bidang perkebunan dan pertanian sehingga kita perlu dan memahami tentang materi dan pengaplikasian materi tersebut.

1.2  Rumusan masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan jamur entomopatogenik?
2. Bagaimana mekanisme penyebaran jamur entomopatogenik?
3. Apa saja contoh dari jamur entomopatogenik?
4. Apakah manfaat dari jamur entomopatogenik?
5. Apakah jamur Beauveria bassiana dan apakah manfaatnya?
6. Bagaimakah morfologi dan struktur tubuh jamur Beauveria bassiana?
7. Bagaimanakah klasifikasi jamur Beauveria bassiana?
8. Bagaimana mekanisme infeksi jamur Beauveria bassiana terhadap serangga?

1.3  Tujuan
1.  Mengetahui dan memahami tentang jamur entomopatogenik
2.  Mengetahui dan memahami mekanisme penyebaran jamur entomopatogenik
3.  Mengetahui dan memahami contoh jamur entomopatogenik
4.  Mengetahui dan memahami manfaat dari jamur entomopatogenik
5.  Mengetahui dan memahami jamur Beauveria bassiana dan manfaatnya
6. Mengetahui dan memahami morfologi dan struktur tubuh jamur Beauveria   bassiana
7. Mengetahui klasifikasi jamur Beauveria bassiana
8.  Mengetahui dan memahami mekanisme infeksi jamur Bouveria bassiana      terhadap serangga
BAB II
JAMUR ENTOMOPATOGENIK DAN JAMUR BEAUVERIA BASSIANA
2.1 Jamur Entomopatogenik
      Kelompok jenis jamur yang menginfeksi serangga dinamakan jamur entomopatogenik. Saat ini telah dikenal  750 spesies jamur entomopatogenik dari sekitar  100 genus jamur. Jamur tersebut  masuk ke dalam tubuh serangga tidak melalui saluran makanan tetapi melalui kulit atau integumen.
2.2 Mekanisme Penyebaran Jamur Entomopatogenik
      Mekanisme penyebaran jamur ini adalah konidia masuk kedalam tubuh serangga dan memperbanyak diri melalui pembentukan hifa didalam jaringan epikutikula, epidermis, hemocoel, serta jaringan-jaringann lainnya sehingga semua jaringan dipenuhi miselia jamur.Disamping itu ada beberapa jenis jamur yang dapat mempengaruhi pigmentasi serangga dan menghasilkan toksin yang sangat mempengaruhi fisiologi serangga, karena pengaruh infeksi jamur terhadap pembentukan pigmen, larva atau instar serangga yang terserang jamur memperlihatkan perubahan warna tertentu seperti warna merah muda atau merah.
      Proses perkembangan jamur dalam tubuh inang sampai inang mati memerlukan waktu 7 hari. Setelah inang terbunuh, jamur membentuk konidia primer dan sekunder yang dalam kondisi cuaca yang sesuai , konidia tersebut muncul keluar dari kutikula serangga. Konidia akan menyebarkan sporanya melalui angin, hujan, dan air. Penyebaran dan infeksi jamur sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kepadatan inang, kesedian spora, cuaca terutama angin dan kelembapan . Kelembapan tinggi dan angin kencang sangat membantu penyebaran konidia dan pemerataan infeksi  patogen pada seluruh individu pada populasi inang.
      Infeksi pada inang adalah proses berkecambahnya spora pada kutikula inang dan menembus pada jaringanmenggunakan enzimdantekanan mekanis. Di dalam haemocoel jamur yang berkembang biak dengan cepat oleh tunas atau hifa pembelahan. Sel ragi seperti yang dihasilkan (blastospores) menyebar ke seluruh tubuh.Sedangkan kematian host adalah kolonisasi miselium yang luas dapat menyebabkan sesak napas atau kelaparan atau racun yang dikeluarkan oleh jamur .
2.3 Contoh Jamur Entomopatogenik
      Menurut Hadi (2009), Beberapa jamur yang bersifat patogen pada serangga yaitu:
1.   Cordiceps dan Entomophtora yangtermasuk kedalam ordo laboulbeniales sebagai anggota dari kelompok Ascomycotina dan merupakan parasit obligat pada kelompok serangga coleoptera. Jamur Entomogenous tersebut menyerang pada semua stadium perkembangan serangga mulai stadium telur, larva, pupa, dan dewasa.
2.   Trichomycetes  anggota dari Zygomycotina meyerang serangga dan beberapa         arthropoda dengan menempati bagian perut dan rectum. Sifat infeksinya      endo komensal di dalam saluran pencernaan serangga inang tanpa ada hifa          serangga.Nutrien bagi jamur tersebut diperoleh dari larutan zat makanan pada       saluran pencernaan serangga inang.
3.   Coelomomyces anggota dari  Mastigomycotina tidak bersifat endokomensal tetapi             menginfeksi kedalam rongga coelomic larva nyamuk. Kelompok jamur ini bersifat parasit obligat dengan memanfaatkan jaringan lemak larva nyamuk dan membunuh larva tersebut sebelum menjadi pupa.
4.   Entomophtorales merupakan parasit pada hemiptera dan diptera. Hife senositik jamur ini berkembang pada segmen tubuh inang mulai dari isi perut, jaringan kepala, torax dan kaki, kemudian jaringan trachea, contoh:Entomophthora muscae merupakan jamur yang khas menginfeksi  lalat.
5.   Deuteromycetes merupakan jamur yang siklus hidupnya sederhana tanpa tahap seksual diketahui. Reproduksi aseksual menggunakan konidia., contoh: MetarhiziumdanBeauveria.

           

            Gambar1. Kelompok utama jamur entomopatogenik (Hadi, 2009).

2.4 Manfaat Jamur Entomopatogenik
      Jamur entomopatogenik telah diketahui menyebabkan penurunan populasi pada belalang.Hal ini membuat sebagian besar penelitian telah menggambarkan epizootics jamur atau berusaha untuk memanfaatkan jamursebagai agen pengendalian hayati sehingga hasil pertanian, perkebunan dan persawahan dapat meningkat dan mengurangi resiko dari gagal panen.Selain sebagai agen hayati atau biopestisida, jamur ini berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
2.5 Jamur Beauveria bassiana dan Manfaatnya
      Beuveria bassiana adalah jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk benang-benang halus (hifa) kumpulan hifa membentuk koloni yang disebut miselia. Jamur ini tidak dapat memproduksi makanannya sendiri, oleh karena itu ia bersifat parasit terhadap serangga inangnya.B. bassiana dapat diisolasi secara alami dari pertanaman maupun dari tanah.Epizootiknya di alam sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, terutama pada lingkungan yang lembab dan hangat.
                  Jamur ini digunakan untuk mengendalikan serangga hama atau agen hayati seperti: rayap, kutu putih, beberapa jenis kumbang, semut api, aphid, dan ulat grayakdari tanaman pangan, hias,  buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan,  hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga  tanaman gurun pasir karena sebagai patogen dari serangga hama tersebut, ini dapat diaplikasikan dalam bentuk konidia yang dapat menginfeksi serangga melalui kulit kutikula, mulut dan ruas-ruas yang terdapat pada tubuh serangga.Kelompok serangga memiliki kemampuan yang bervariasi terhadap sifat patogenitas dari jamur.Berbagai kelompok serangga yang terinfeksi yang berbeda telah dikumpulkan dan dibudidayakan untuk menciptakan produk tertentu yang komersial. Terdapat duajenisumum yang digunakan yaitu:GHAdanATCC74040. Produkinidiproduksi melalui fermentasi. Spora(konidia) diekstrakdandiformulasikanmenjadi produkbotol spray.
2.6. Morfologi dan Struktur Tubuh Jamur Beauveria bassiana
      Menurut Sudarmaji(1994), Ciri morfologi dan struktur tubuh jamur ini adalah:
a. Konidia tersusun oleh satu sel(uniseluler),  berbentuk oval agak bulat sampai dengan bulat   telur, dengan diameter 2-3 µm, dan menempel pada ujung serta sisi konidiofor.
b. Konidiofor berbentuk zigzag yang merupakan ciri khas dari   genus beauveria
c. Miselium bersekat dan bewarna putih
d. Hifa fertile terdapat pada cabang dan tersusun melingkar
e. Berwarna putih dan kelihatan pada tubuh inang
f. Tumbuh berkoloni berupa bola- bola spora


Gambar 2.Beauveria bassiana berwarna putih, berkoloni seperti spora berbentuk                bola yang menginfeksi serangga.

           

                                    Gambar 3. Struktur tubuh Beauveria bassiana


2.7. Klasifikasi Jamur Beauveria bassiana
     MenurutSudarmaji(1994), klasifikasi jamur Beauveria bassiana seperti berikut :
Kingdom             : Fungi
Filum                   : Ascomycota
Class                    : Sordariomycetes
Ordo                    : Hypocreales
Family                  : Cordycipitaceae
Genus                  : Beauveria
Spesies                 : Beauveria bassiana
2.8 Mekanisme Infeksi Jamur Beauveria bassiana pada Serangga
      Mekanisme  kerja jamur ini yaitu spora B. bassiana masuk ketubuh serangga inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya.Spora jamur menempel pada bagian tersebut dan berkecambah membentuk tabung. Kecambah dengan mengirimkan struktur hifa yang menembus kutikula tubuh serangga dan berkembang biak.Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Jamur ini selanjutnya akan mengeluarkan racun beauverin yang membuat kerusakan jaringan tubuh serangga. Selama proses infeksi, Beauvaria bassiana akan terlihat keluar dari tubuh serangga, terinfeksi mula-mula dari bagian alat tambahan (apendages) seperti antara segmen-segmen antena, segmen kepala dengan toraks, segmen toraks dengan abdomen dan antara segmen abdomen dengan caudal (ekor). Dalam waktu 3-5 hari, serangga akan mati. Setelah itu miselia jamur akan tumbuh ke seluruh bagian tubuh serangga.
      Serangga yang terserang jamur ini akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan tertutup oleh benang-benang hifa berwarna putih.Mayat yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai sumber spora untuk penyebaran sekunder dari jamur. Serangga juga dapat menyebarkan jamur melalui perkawinan. Kelembaban yang tinggi dan air meningkatkan aktivitas konidia dan infeksi berikutnya dari serangga. Spora jamur dapat segera dibunuh oleh radiasi matahari dan menginfeksi dalam suhu dingin atau sedang karena spora mungkin memiliki hidup yang pendek. Penetrasi jamur entomopatogen sering terjadi pada membran antara kapsul kepala dengan toraks atau diantara segmen-segmen apendages demikian pula miselium jamur keluar pertama kali pada bagian-bagian tersebut.

                         Gambar 4.belalang yang terinfeksi jamur Beauveria bassiana


     Gambar 5.Mumi serangga yang terbentuk akibat terinfeksi jamur Beauveria                               bassiana.



     Gambar 6. Proses infeksi jamur Beauveria bassiana pada serangga (Prayogo,2006).
Keterangan Gambar :
A. Belalang yang terparasit B. bassiana (Photo: Stefan Jaronski, ARS USDA GOV.,         2006);
 B.Coloradopotatobeetle,Leptinotarsa decemlineata,yang terparasit  
B.bassiana(Photo: Andrei Alyokhin, 2008)
C. Lalat yang terparasit B. bassiana (Photo: Sevas Educational Society, 2007)
D.Soybean loopers yang terparasit B. bassiana (Photo: Susan Mahr, University of Wisconsin- Madison)
E. Green Cloverworm yang terinfeksi B. bassiana ((Jim Kalisch, UNL Entomology)
F. European Corn Borer yang terinfeksi B. bassiana (Jim Kalisch, UNL Entomology)
G. Kumbang yang terserang B. bassiana (Photo: The Hidden Forest, 2009)
H. Cicada yang terserang B. bassiana ((Photo: The Hidden Forest, 2007)
I. Larva yang European corn borer instar awal yang terinfeksi B. bassiana (Photo:
Iowa State University, 2006)

    





















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.      Jamur entomopatogenik Kelompok jenis jamur yang menginfeksi serangga.
2.      Mekanisme penyebaran jamur entomopatogenik adalah konidia masuk kedalam tubuh serangga dan memperbanyak diri melalui pembentukan hifa didalam jaringan epikutikula, epidermis, hemocoel, serta jaringan-jaringann lainnya sehingga semua jaringan dipenuhi miselia jamur.
3.      Beberapa jamur yang bersifat patogen pada serangga yaitu Cordiceps,  Entomophtora,Trichomycetes, Coelomomyces,dan  Entomophtorales, serta Deuteromycetes
4.       Jamur entomopatogenik berfungsi  sebagai agen hayati atau biopestisida,  dan juga menjaga keseimbangan ekosistem.
5.      Beuveria bassiana adalah jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk benang-benang halus (hifa) kumpulan hifa membentuk koloni yang disebut miselia. Jamur ini digunakan untuk mengendalikan serangga hama atau agen hayati.
6.      Ciri morfologi dan struktur tubuh jamur Beauveria bassiana konidia tersusun oleh satu sel(uniseluler),  berbentuk oval agak bulat sampai dengan bulat telur, dengan diameter 2-3 µm, dan menempel pada ujung serta sisi konidiofor. Konidiofor berbentuk zigzag yang merupakan ciri khas darigenus beauveria.  Miselium bersekat dan bewarna putih, hifa fertile terdapat pada cabang dan  tersusun melingkar dan biasanya menggelembung , berwarna putih dan kelihatan pada tubuh inang, tumbuh berkoloni berupa bola- bola spora.
7.       Klasifikasi jamur Beauveria bassiana adalah dari filum Ascomycota, Kelas Sordariomycetes, ordo Hypocreales, Family Cordycipitaceae, Genus Beauveria, Spesies Beauveria bassiana.
8.      Mekanisme  kerja jamur Beauveria bassiana  yaitu spora B. bassiana masuk ketubuh serangga inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya.



DAFTAR PUSTAKA
Chapman, R.F. and Joern, A. 1990.Biology of Grasshoppers. Lincoln, nebraska.    School of Biological Sciences.
Hadi, M. 2009. Biologi Insekta Entomologi. Graha Ilmu .Yogyakarta.
Michael, J. 1994. The Fungi.London : Academic Press Limited
Prayogo Y. 2006. Upaya mempertahankan keefektifan cendawan entomopatogen   untuk mengendalikan hama tanaman pangan. J. Litbang Pertanian 25: 47-54
Rukmi, I. Suprihadi, A. Purwantisari, S. 2003. Biologi Jamur. Semarang : Jurusan Biologi FMIPA UNDIP.
Sudarmaji D, Gunawan S. 1994. Patogenisitas fungi entomopatogen Beauveria      bassiana terhadap Helopeltis antoni. Jember: Balai Penelitian Kopi dan      Kakao, Menara Perkebunan