Aplikasi
Biologi molekuler dalam Meningkatkan Produksi dan Kualitas Tanaman Karet (Hevea brasiliensis)
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu pada Mata Kuliah Biologi
molekuler Semester
Empat yang Diampu oleh Bapak Dr. Sunarno, S.Si, M.Si.
Oleh:
Kelas
C
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN
MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan Biologi Molekul telah
memberikan harapan besar, terbukti dengan banyak isu biologi dapat
dipecahkan, yang sebelumnya tidak atau kurang berhasil dilakukan, dengan cara
konvensional. Tidak hanya hal-hal baru yang dapat ditemukan, akan tetapi
pemecahan masalah dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat dan lebih
akurat. Perkembangan bioteknologi yang telah berhasil memproduksi aneka hasil
dari mikroorganisme dari tingkat fermentasi tradisional ke tingkat industri
(pangan, farmasi, kimia), bahkan mikroorganisme yang sudah dipunyai para
peneliti dimanipulasi sedemikian dengan metode Biologi Molekul untuk
menghasilkan produk-produk baru yang lebih unggul lagi yang tidak toksik untuk
manusia, hewan, dan tumbuhan. Mengenai permasalahan tumbuhan, tingginya
permintaan dunia akan karet alam menyebabkan para peneliti melakukan upaya dalam meningkatkan produksi
karet alam maupun mencari atau
menghasilkan klon-klon unggul yang tahan terhadap penyakit dan
mempunyai produksi yang tinggi. Oleh
Karena pentingnya peran biomolekuler
terhadap pertanian maka penulis mengangkat makala dengan juudul
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apa pengertian Klon?
1.2.2
Bagaimana aplikasi biologi molekuler dalam
meningkatkan produksi dan kulitas tanaman karet?
1.3 Tujuan
1.3.1
Mengetahui pengertian klon.
1.3.2
Mengetahui aplikasi biologi molekuler dalam
meningkatkan produksi dan kulitas tanaman karet.
BAB
II
Aplikasi
Biologi Molekular dalam meningkatkan produksi dan kualitas tanaman Karet (Hevea
brasiliensis)
2.1 Pengertian Klon
Klon
berasal dari kata klόόn (yunani), yang artinya tunas.Kloning adalah tindakan
menggandakan atau mendapatkan keturunan jasasd hidup tanpa fertilisasi, berasal
dari induk yang sama, mempunyai susunan (jumlah dan gen) yang sama dan
kemungkinan besar mempunyai fenotip yang sama. Sekitar satu abad lalu, Gregor
Mendel merumuskan aturan-aturan menerangkan pewarisan sifat-sifat biologis.
Sifat-sifat organisme yang dapat diwariskan di atur oleh suatu faktor yang
disebut gen, yaitu suatu partikel yang berada di dalam suatu sel, tepatnya di
dalam kromosom. Gen menjadi dasar dalam perkembangan penelitian genetika
meliputi pemetaan gen, menganalisis posisi gen pada kromosom. Hasil penelitian
lebih berkembang baik diketahuinya DNA sebagai material genetik beserta
strukturnya, kode-kode genetik, serta proses transkripsi dan translasi dapat
dijabarkan. Suatu penelitian rekomendasi atau rekayasa genetika ynag inti
prosesnya adalah kloning gen, yaitu suatu prosedur unutk memperoleh replika
yang dapat sama dari sel atau organisme tunggal.
Ketrampilan
dasar untuk melakukan kloing secara sederhana adalah preperasi sampel DNA murni pemotongan DNA
murni , analisis ukuran fragmen DNA , penggolongan molekul DNA
,memasukan molekul DNA ke dalam sel tuan rumah serta identifikasi sel yang mengandung
molekul DNA rekombinasi. Kloning tumbuhan merupakan teknik perbanyakan tanaman
melalui kultur jaringan. Kloning dilakukan dengan menggunakan jaringan somatik
tumbuhan di dalam lingkungan aseptik yang terkontrol. Tumbuhan memiliki
sifat totipotensi . Pada tumbuhan, semua bagian sel-sel
mudanya yang masih aktif misalnya ujung akar, ujung batang dan meristem
sekunder (kambium) merupakan sel yang totipoten. Pada tahun 1950 Fred
Steward melakukan kloning wortel dengan menggunakan sel-sel yang berdifferensiasi
dari jaringan pembuluh tumbuhan. Sel-sel embrionik dapat tumbuh dan
menghasilkan tumbuhan wortel baru. Tanaman yang dihasilkan dari hasil
kloning sama dengan induknya. Kloning tumbuhan dapat dimanfaatkan untuk
industri bibit. Manfaat kloning tumbuhan antara lain dapat memproduksi bibit
yang seragam, jumlahnya banyak dalam waktu yang singkat. Dapat digunakan untuk
perbanyakan tanaman langka, tanaman jenis unggul dan tanaman bernilai ekonomis.
2.2 Tanaman Karet (Hevea brasiliensis)
Gambar 2.2 Bibit Tanaman Karet
(Anonim,2012)
Klasifikasi:
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Hevea
Spesies
: Hevea braziliensis
Tanaman
karet berasal dari Brasil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan karet alam
dunia. Sebagai penghasil lateks, tanaman karet merupakan satu-satunya yang
dikebunkan secara besar-besaran. Devisa negara yang dihasilkan dari komoditas karet ini cukup besar. Luas
areal perkebunan karet di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 3,435,417 Ha
dengan total produksi 2,440,346 tons. Jumlah petani yang terlibat dalam
usaha budidaya karet ini ini adalah 2,075,954 KK dengan menyerap tenaga
kerja sebanyak 195,325 orang. Volume ekspor komoditas karet pada tahun 2008
mampu menghasilkan devisa bagi negara sebesar US $ 6,056,572 dari total
ekspor sebesar 2,295,456 tons.
Karet
merupakan salah satu komoditi pertanian
yang penting di Indonesia dalam penunjang perekonomian negara. Saat ini,
Indonesia menduduki peringkat ke-2 penghasil karet terbesar di dunia. Hal ini terbukti dengan tersebar luasnya
perkebunan karet yang terdapat di
Indonesia. Namun luasnya perkebunan tidak diimbangi oleh produktivitas dan mutu
yang dihasilkan. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) sebagai penghasil
karet alam merupakan salah satu
komoditas perkebunan penting bagi Indonesia dillihat dari banyaknya petani,
tenaga kerja, dan pengusaha yang terlibat dalam pengusahaan karet alam.
Tanaman
karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Pada
awalnya, tanaman karet merupakan tanaman liar yang tumbuh di pedalaman Amerika.
Tahun 1898 adalah awal dirintisnya perkebunan karet di Asia oleh perusahaan The
Nort Borneo Trading Company. Tanaman yang menghasilkan lateks ini dimanfaatkan
oleh masyarakat untuk pembuatan bola tenis, alas kaki, tempat air, bola karet,
pakaian tahan air, dan karet penghapus sebagai penghasilan tambahan. Hevea brasiliensis yang tumbuh liar tingginya
dapat mencapai 40 m dan hidup lebih dari 100 tahun. Sedangkan untuk tanaman karet dewasa yang dibudidayakan mempunyai tinggi 15-25 m dengan umur relatif
singkat, yaitu 25-35 tahun. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki
percabangan yang tinggi. Daun karet berwarna hijau. Apabila rontok warna daun
menjadi kuning atau merah. Tanaman karet umumnya rontok pada musim kemarau.
Daun karet terdiri atas tangkai utama dan tangkai anak daun. Tangkai utama
memiliki panjang 3-20 cm dan tangkai anak daun memiliki panjang 3-10 cm. Bunga karet terdiri atas bunga jantan dan
betina. Bunga betina berambut vilt dan ukurannya lebih besar dari bunga jantan
. Selain itu, bunga betina mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala
putik yang akan dibuahi dalam posisi duduk berjumlah tiga buah. Bunga jantan
mempunyai sepuluh benang sari yang tersusun menjadi suatu tiang. Kepala sari
terbagi dalam dua karangan dengan susunan satu lebih tinggi dari yang lain.
Paling ujung adalah bakal buah yang tidak tumbuh sempurna.
Hevea brasiliensis merupakan sumber
penghasil karet alam (cis-1,4-polisoprena) di dunia. Selain itu, Hevea
brasiliensis dikenal sebagai tanaman komersil karena setiap bagian yang
dimilikinya mempunyai nilai ekonomi terutama lateks. Oleh karena itu, tanaman
ini merupakan penghasil devisa negara terbesar bagi Indonesia. Saat ini
Indonesia menduduki peringkat ke-2
terbesar penghasil karet alam.
2.3 Aplikasi Biologi Molekuler
dalam Meningkatkan Produksi dan Kualitas Tanaman Karet.
Tingginya
permintaan dunia akan karet alam menyebabkan para peneliti melakukan upaya
dalam meningkatkan produksi karet alam maupun mencari atau menghasilkan
klon-klon unggul yang tahan terhadap penyakit dan mempunyai produksi yang tinggi. Salah satu klon unggul yang digunakan
adalah PB 260 yang berasal dari hasil persilangan klon primer dan klon
sekunder. Klon ini memiliki laju metabolisme lateks yang tinggi tetapi
kurang responsif terhadap stimulan.
Upaya meningkatkan produksi karet alam, umumnya dikenal dengan lateks, adalah
penggunaan stimulan etefon. Etefon
adalah senyawa 2-chloro-ethylposphonic acid
atau sering disingkat CEPA yang digunakan sebagai stimulan atau
perangsang untuk meningkatkan produksi
hormon etilena endogen pada tanaman karet . Etilena merupakan faktor stimulan
utama untuk meningkatkan produksi karet alam pada Hevea brasiliensis. Enzim
yang berperan dalam biosintesis etilena ini salah satunya adalah asam aminosiklopopana-1-karboksilat
oksidase (ACO). ACO merupakan katalisator dalam perubahan asam
aminosiklopopana-1-karboksilat menjadi etilena. Terdapat tiga gen spesifik
penyandi enzim asam aminosiklopopana-1-karboksilat
oksidase diantaranya HbACO1, HbACO2,
HbACO3.
ACC
oksidase merupakan enzim yang berperan dalam biosintesis etilena pada tanaman.
Pembentukan etilena pada tanaman karet mempengaruhi perkembangan dari tanaman karet, produksi lateks, dan
regenerasi. Selain menghasilkan etilena,
enzim ACC oksidase juga memproduksi sianida. Sianida ini diproduksi dengan cara
didetiksifikasi dengan mengubahnya menjadi asam
β-sianoalanin yang dapat berubah menjadi asparagin.
Menurut
pada genom Hevea brasiliensis klon PB 260 terdapat tiga
anggota dari kelompok mulgenik yang
menyandikan ACC oksidase. Ketiga anggota kelompok mulgenik tersebut yaitu HbACO1,
HbACO2, dan HbACO3 yang
memberikan ekspresi yang berbeda-beda pada kalus, plantlet, lateks, dan tanaman
karet klon PB 260 di lapangan. Ketiga gen tersebut masing-masing memiliki
susunan basa yang berbeda, yaitu 1115 bp, 1183 bp, 1348 bp.Gen pada Hevea
brasiliensis yang mengode enzim
spesifik pada pembentukan etilena adalah ACC oksidase. Gen ini merupakan target
gen yang bisa dimanipulasi menjadi gen antisense ACC oksidase yang dapat
menunda proses pematangan buah.
Penanaman
bibit karet satu dari beberapa kategori klon penghasil lateks yang dianjurkan
sebagai klon karet unggu. PB 260 mempunyai tingkat produktivitas getah
karet yang sangat tinggi. Penanaman bibit karet klon PB 260 memang mempunyai
keunggulan. PB 260 sendiri merupakan klon karet unggul penghasil getah yang
dikeluarkan dari hasil penelitian badan penelitian tanaman karet Malaysia. PB
sendiri merupakan singkatan dari Perang Besar yang merupakan nama salah satu
daerah di Malaysia. PB 260 juga merupakan satu dari beberapa varietas klon
tanaman karet penghasil getah yang direkomendasikan sebagai klon karet unggul
periode 2010 sampai dengan 2015. Disamping itu bibit karet klon PB 260 ini juga
mempunyai kelebihan dari sisi produksi getah karet yang dihasilkan pada proses
penyadapan jika dibandingkan dengan jenis klon lainnya. Berikut ini tabel yang
menunjukan perbandingan tingkat produksi getah karet dari semua jenis klon
bibit karet. Perbandingan produksi ini
ditunjukkan pada skala Kilogram / Hektar / Tahun.
Gambar 2.3 Diagram produksi
beberapa klon Tanaman Karet
(Anonim, 2014)
BAB
III
KESIMPULAN
3.1 Klon berasal
dari kata klόόn (yunani), yang artinya tunas.Kloning adalah tindakan
menggandakan atau mendapatkan keturunan jasasd hidup tanpa fertilisasi, berasal
dari induk yang sama, mempunyai susunan (jumlah dan gen) yang sama dan kemungkinan
besar mempunyai fenotip yang sama.
3.2 Tingginya permintaan dunia akan karet alam
menyebabkan para peneliti melakukan upaya dalam meningkatkan produksi karet
alam maupun mencari atau menghasilkan klon-klon unggul yang tahan terhadap
penyakit dan mempunyai produksi yang
tinggi. Salah satu klon unggul yang digunakan adalah PB 260 yang berasal
dari hasil persilangan klon primer dan klon sekunder. Klon ini memiliki laju
metabolisme lateks yang tinggi tetapi kurang
responsif terhadap stimulan. Upaya meningkatkan produksi karet alam,
umumnya dikenal dengan lateks, adalah penggunaan stimulan etefon.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2014.
Bibit Karet Unggul klon pb 260 Sembawa. http://pondokagribisnis.blogspot.com/2014/01/bibit-karet-unggul-klon-pb-260-sembawa.html. Diakses 25 Juni 2014.
Bleecker
AB, Kende H. 2000. Ethylene: a gaseous
signal molecule in plants [abstrak]. Di dalam:
Annual Review Cell Division Biology; Wisconsin. hlm 16. abstr no PMID:
11031228. Diakses 25 Juni 2014.
Budiman
AFS. 2005. Perkembangan global karet alam
dan tantangan bagi Indonesia. Warr
Perkaretan 24: 1-7. Diakses 25 Juni 2014.
Chaidamsari
T. 2005. Biotechnology for Cacao Pod
Borer Resistance in Cacao Plant Research International. Netherlands:
Wagenigen University.
Dalimunthe
A. 2004. Biosintesis Lateks. USU
digital library. USU Press
Jones
ML, Woodson WR. 1999. Differential
expression of three members of the 1-aminocyclopropane-1-carboxylate synthase
gene family in carnation. Plant
Physiol 199:755-764. Diakses 25 Juni 2014.
Lasminingsih.
2004. Deskripsi Klon Karet Anjuran pada
Tanaman Muda. Palembang: Balai Penelitian Sembawa.
Li N et
al. 1996. A Novel bifunctional fusion
enzyme catalyzing ethylen synthesis via 1-aminocyclopropane-1-carboxylic acid.
J Biol ang Chem, 271(42): 25738-25741. Diakses 25 Juni 2014.
Nurhaimi-Haris
et al. 2003. Kemiripan genetik klon karet
(Hevea brasiliensis Muell. Arg.) berdasarkan metode Amplifies Fragment Length. Men Perk 71: 1-15.
Diakses 25 Juni 2014.
Sumarmadji,
T. 2004. Protein-protein spesifik yang
diinduksi oleh etefon pada beberapa klon tanaman karet. J Pnlit Krt 22:
57-69. Diakses 25 Juni 2014.
0 komentar :
Posting Komentar