EVOLUSI GYMNOSPERMAE

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Kelompok pada Mata Kuliah Sistematika Tumbuhan Semester
empat yang Diampu oleh Dra. Murningsih, Msi
Oleh:
1. Dewi Nur Halimah (24020112130068 )
2. Elisabeth Sabatini Siagian
(24020112130040067)
3. Dyah Palupi (24020112130069)
4. Aisah Juliantri (24020112140070 )
5. Siska Melani (24020112130072)
Kelas:
C
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS
SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Evolusi
merupakan perubahan yang terjadi dengan lambat dan membutuhhan waktu yang
sangat lama. Evolusi terjadi dalam setiap proses kehidupan. Evolusi dapat
terjadi pada tumbuhan seperti evolusi yang terjadi pada biji Gymnospermae. Gymnospermae
adalah tumbuhan yang memiliki biji terbuka. Gymnospermae berasal dari bahasa
Yunani, yaitu gymnos yang berarti telanjang dan sperma yang berarti biji,
sehingga gymnospermae dapat diartikan sebagai tumbuhan berbiji terbuka.tumbuhan
berbiji terbuka merupakan kelompok tumbuhan berbiji yang bijinya tidak terlindung
dalam bakal buah (ovarium).
Gymnospermae telah hidup di bumi
sejak periode Devon (410-360 juta tahun yang lalu), sebelum era dinosaurus. Gymnospermae
berasal dari Progymnospermae melalui proses evolusi biji. Adanya evolusi biji
Gymnospermae, sehingga perlu untuk diketahui proses terjadinya evolusi biji
tumbuhan tersebut serta keuntungan terjadinya evolusi biji Gymnospermae.
1.2.Tujuan
1.2.1.
Untuk mengetahui proses
terjadinya evolusi biji tumbuhan
Gymnospermae
1.2.2.
Untuk mengetahui
keuntungan evolusi biji
1.3.Rumusan Masalah
1.3.1.
Bagaimana terjadinya
proses evolusi biji Gymnospermae?
BAB II
ISI
2.1.Biji dan Serbuk adalah
Adaptasi Kunci Bagi Kehidupan Di Darat
Gambaran umum adaptasi
terrestrial ditambahkan oleh tumbuhan berbiji dari tumbuhan yang sudah ada
sebelumnya pada tumbuhan non vaskuler (briofit) dan tumbuhan vaskuler tak
berbiji. Sifat-sifat yang dimiliki oleh tumbuhan berbiji diantaranya, gametofit
tereduksi, heterospori, ovul dan polen. Tumbuhan berbiji beradaptasi dengan
cara bertahan pada kondisi di darat seperti kekeringan dan paparan terhadap
sinar ultraviolet (UV) dari sinar matahari. Adaptasi lain yaitu kemampuan
membebaskan tumbuhan berbiji dari kebutuhan air sehingga reproduksi dapat
terjadi dalam kisaran kondisi yang lebih luas daripada tumbuhan tak berbiji.
|
KELOMPOK
TUMBUHAN
|
||
|
Lumut dan Tumbuhan
Non Vaskular Lainnya
|
Pakis dan Tumbuhan
Vaskular Tak Berbiji Lainnya
|
Tumbuhan Berbiji
(Angiospermae dan Gymnospermae)
|
Gametofit
|
Dominan
|
Tereduksi,
independen (Fotosintetik dan Hidup Bebas)
|
Tereduksi
(biasanya mikoskopik), dependen pada jaringan sporofit yang mengelilinginya
untuk memperoleh nutrien
|
Sporofit
|
Tereduksi,
dependen pada gametofit untuk memperoleh nutrient
|
Dominan
|
Dominan
|
Contoh
|
![]() |
![]() |
![]() |
2.2.Keunggulan Gametofit
Tereduksi
Lumut
dan briofit-briofit yang lain memiliki siklus hidup yang didominasi oleh
gametofit, sementara pakis dan tumbuhan vascular tak berbiji lainnya memiliki
siklus hidup yang didominasi oleh sporofit. Kecenderungan evolusioner dari
reduksi gametofit terus berlanjut pada garis keturunan tumbuhan vascular yang
menghasilkan tumbuhan berbiji. Sementara gametofit tumbuhan vascular tak
berbiji dapat dilihat oleh mata telanjang, gametofit tumbuhan berbiji sebagian
besar berukuran mikroskopik.
Pengecilan
ukuran ini memungkinkan inovasi evolusioner yang penting pada tumbuhan berbiji.
Gametofit mungilnya dapat berkembang dari spora yang ditahan di dalam sporangia
sporofit induk. Susunan ini melindungi gameofit betina (penghasil telur) yang
rapuh dari tekanan-tekanan lingkungan. Jaringan reproduksi yang lembab dari
sporofit melindungi gametofit dari radiasi UV dan kekeringan. Hubungan ini juga
memungkinkan gametofit yang dependen untuk memperoleh nutrient dari sporofit.
Sebaliknya, gametofit tumbuhan tak berbiji yang hidup bebas harus
mempertahankan dirinya sendiri, membandingkan hubungan gametofit-sporofit pada
tumbuhan non vaskuler, tumbuhan vascular berbiji dan tumbuhan berbiji.
2.3.Heterospori: Aturan di
Antara Tumbuhan-Tumbuhan Berbiji
Hampir
semua tumbuhan tak berbiji merupakan homospor, mereka menghasilkan satu jenis
spora yang biasanya memunculkan sebuah gametofit biseksual. Kerabat dekat
tumbuhan berbiji semuanya bersifat homospor, sehingga tumbuhan berbiji memiliki
nenek moyang yang bersifat homospor. Pada suatu titik, tumbuhan berbiji atau
nenek moyangnya menjadi heterospor. Megasporangia menghasilkan megaspore yang
memunculkan gamefit betina, sementara mikrosporangia yang memunculkan gametofit
jantan. Masing-masing megasporangium memiliki satu megaspore fungsional,
sementara masing-masing mikrosporangum mengandung banyak sekali mikospora.
2.4.Ovul dan Produksi Sel
Telur
Tumbuhan
berbiji bersifat unik karena mempertahankan megasporangium dan megaspore di
dalam sporofit induk. Selapis jaringan sporofit yang disebut integumen
membungkus dan melindungi megasporangium. Megasporangia gymnospermae
dikelilingi oleh satu integument, sementara megasporangia angispermae biasanya
memiliki dua integumen. Struktur keseluruhan megasporangium, megaspore dan
integumennya disebut ovul. Di dalam setiap ovul, gametofit betina berkembang
dari megaspore dan menghasilkan satu sel telur atau lebih.
2.5.Polen dan Produksi
Sperma
Mikrospora berkembang menjadi serbuk
polen yang terdiri dari sebuah gametofit jantan yang diselubungi oleh sebuah
dinding polen. Dinding polen yang tangguh, yang mengandung polimer
sporopolenin, melindungi serbuk polen ketika ditranspor dari tumbuhan induk
melalui angina, misalnya atau dengan menumpang pada tubuh hewan. Transfer polen
ke bagian tumbuhan berbiji yang mengandung ovul disebut polinasi. Jika serbuk
polen bergerminasi (mulai tumbuh) atau berkecambah, tabung polen akan muncul dan
melepaskan sperma ke dalam gametofit betina di dalam ovul.
Tumbuhan
nonvascular dan tumbuhan vascular tak berbiji seperti pakis, gametofit yang
hidup bebas, melepaskan sperma berflagella yang harus berenang melalui lapisan
air agar mencapai sel telur. Jarak transport sperma ini jarang melebihi beberap
sentimeter. Sebaliknya, pada tumbuhan berbiji, gametofit jantan penghasil
sperma di dalam serbuk polen dapat dibawa menempuh jarak yang jauh oleh angin
atau hewan, sehingga menghapuskan ketergantungan pada air untuk transport
sperma. Sperma dari tumbuhan berbiji juga langsung ke sel telur melalui tabung
polen. Gimnosperma yang masih ada menyediakan bukti transisi evolusioner menuju
sperma nonmotil. Sperma dari beberapa spesies gimnosperma mempertahankan kondisi
berflagela purba, namun flagella telah hilang pada sperma kebanyakan
gimnosperma dan semua angiosperma.
2.6.Keunggulan Evolusioner
Biji
Jika
sperma memfertilisasi sel telur dari tumbuhan berbiji, zigot tumbuh menjadi
embrio sporofit. Keseluruhan ovul berkembang menjadi biji, embrio bersama
dengan persediaan makanannya, di kemas di dalam selaput pelindung yang berasal
dari integument. Hingga permunculan biji, spora adalah satu-satunya tahap
pelindungdalam siklus hidup tumbuhan. Spora lumut, misalnyadapat sintas bahkan
jika lingkungan setempat menjadi terlalu dingin, terlalu panas, atau terlalu
kering, bahkan bagi kehidupan lumut itu sendiri. Ukurannya yang mungil
memungkinkan spora lumut untuk tersebar dalam kondisi dorman ke daerah yang
baru, tempat mereka dapat bergerminasi dan memunculkan gametofit lumut baru
jika dan ketika kondisinya cukup menguntungkan bagi spora untuk mengakhiri masa
dormansi. Spora adalah cara utama bagi lumut dan tumbuh-tumbuhan tak berbiji
lainnya untuk menyebar di bumi selama 100 juta tahun pertama kehidupan tumbuhan
di darat.
Walaupun
lumut dan tumbuhan tak berbiji lainnya terus sukses hingga saat ini, biji
merepresentasikan inovasi evolusioner penting yang berkontribusi dalam membuka
cara-cara baru bagi kehidupan tumbuhan berbiji. Keunggulan biji dibandingkan
dengan spora adalah biji memiliki lapisan jaringan multiseluler sedangkan spora
memiliki sel tunggal, serta selaput biji memperikan perlindungan ekstra bagi
embrio. Tidak seperti spora, biji juga memiliki persediaan cadangan makanan. Ini
memungkinkan biji tetap dorman selama berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan
bertahun-tahun setelah dilepaskan dari tumbuhan induk. Dalam kondisi-kondisi
yang menguntungkan, biji kemudian bergerminasi, dengan cadangan makanannya
sebagai pendukung pertumbuhan yang sangat penting ketika embrio sporofit muncul
sebagai semaian. Bebrapa biji mendarat cukup dekat dengan tumbuhan sporofit
induknya, biji yang lain dibawa jauh sekali oleh angin atau hewan.
2.7.Gimnosperma Memiliki
Biji Telanjang Biasanya Terletak pada Runjung
Gimnospermae adalah tumbuhan yang
memiliki biji telanjang yang tidak terselubung di dalam ovarium. Biji
gymnospermae terekspos pada daun yang termodifikasi (sporofil) yang biasanya
membentuk runjung (strobili). Sebaliknya biji angiospermae terselubung di dalam
buah, yang merupakan ovarium dewasa.
2.8.Evolusi Gymnospermae
Bukti
fosil mengungkapkan bahwa pada periode devon akhir ( sekitar 380 juta tahun
lalu), beberapa tumbuhan mulai memperoleh adaptasi-adaptasi yang khas bagi
tumbuhan berbiji. Misalnya, Archaeopteris
merupakan pohon heterospor yang memiliki batang berkayu. Akan tetapi pohon ini
tidak menghasilkan biji. Spesies tumbuhan vaskulartak berbiji transisional
semacam itu terkadang disebut progimnosperma.
Tumbuhan
penghasil biji pertama muncul pada catatan fosil yang berasal dari 360 juta
tahun lalu, lebih dari 200 juta tahun sebelum fosil angiospermae pertama. Tumbuhan
berbiji pertama ini menjadi punah, demikian pula dengan beberapa garis
keturunan yang muncul belakangan. Walaupun hubungan antara garis keturunan
tumbuhan berbiji telah punah dan yang sintas masih belum bisa dipastikan, bukti
morfologis dan molekuler menempatkan garis-garis keturunan tumbuhan berbiji
yang masih adlam dua ke dalam dua klad saudari yang monofiletik, gimnosperma
dan angiosperma.
Fosil
gimnospermae paling awal berumur sekitar 305 juta tahun. Gimnosperma awal ini
hidup di dalam ekosistem karbon yang masih didominasi oleh likofit, ekor kuda,
pakis dan tumbuhan vascular tak berbiji lainnya. Seiring bergantinya periode
karbon menjadi periode perm, kondisi iklim yg jauh lebih kering menguntungkan
penyebaran gimnosperma. Flora dan fauna berubah secara drastis, seiring dengan
lenyapnya banyak kelompok organisme dan menonjolnya kelompok organisme yang
lain. Walaupun terjadi paling banyak di lautan, perubahan tersebut juga
memengaruhi kehidupan di darat. Misalnya, dalam kingdom hewan, keaanekaragaman
amfibia menjadi berkurang dan digantikan oleh reptil, yang terutama teradaptasi
denga baik terhadap kondisi kering. Serupa dengan itu, likofit ekor kuda dan
pakisyang mendominasi rawa-rawa karbon digantikan oleh gimnosperma, yang lebih
sesuai dengan iklim yang kering. Gimnosperma memiliki adaptasi-adaptasi
terrestrial yang penting yang ditemukan oleh semua tumbuhan berbiji, misalnya
biji dan polen. Selain itu, beberapa gimnosperma sangat sesuai dengan kondisi
kering karena memiliki kutikula yang tebal dan area permukaan yang relative
sempit pada daunnya yang berbentuk jarum.
Para
ahli geologi menganggap akhir periode perm sekitar 251 jut tahun lalu, sebagai
perbatasan antara era paleozoikum (kehidupan tua) dan mesozoikum (kehidupan
menengah). Kehidupan sangat berubah seiring dengan gimnosperma yang mendominasi
ekosistem terrestrial di sepanjang Mesozoikum, berperan sebagai persediaan
makanan bagi dinosaurus herbifora raksasa. Masa Mesozoikum berakhir dengan
kepunahan massal hampir semua dinosaurus dan banyak kelompok hewan lainnya, dan
planet ini perlahan-lahan menjadi dingin. Walaupun angiospermae kini
mendominasi sebagian besar ekosistem darat, banyak gimnosperma yang tetap
menjadi bagian penting dari flora bumi. Misalnya, wilayah luas di lintang utara
tertutupi oleh hutan-hutan gimnosperma penghasil runjung yang disebut conifer
yang mencakup spruce, pinus, ara, dan redwood.
2.9.Siklus Hidup Pinus
Evolusi
tumbuhan biji mencakup tiga adaptasi reproduktif yang penting yaitu dominasi
sporofit yang semakin meningkat, kemunculan biji sebaga tahap resisten yang
mudah disebarkan dalam siklus hidup, dan kemunculan polen sebagai agen terbawa
udara yang menyatukan gamet-gamet. Pohon pinus adalah sporofit, sporangianya
terletak pada struktur-struktur serupa sisik yang terkemas rapat di dalam
runjung. Seperti semua tumbuhan berbiji, conifer bersifat heterospor. Pada
conifer, kedua tipe spora dihasilkan oleh runjung yang berbeda, runjung kecil
penghasil polen dan runjung besar penghasil ovul. Pada kebanyakan spesies
pinus, setiap pohon memiliki kedua jenis runjung. Pada runjung penghasil polen,
mikrosporosit (sel induk mikrospora) mengalami meiosis, menghasilkan mikrospora
haploid. Setiap mikrospora berkembang menjadi serbuk polen yang mengandung satu
gametofit jantan. Pada pinus dan conifer-konifer yang lain, polen kuning
dilepaskan dalam jumlah besar dan terbawa oleh angin, menempel ke berbagai
benda yang dilewatinya. Sementara itu, di dalam runjung penghasil ovul,
megasporosit (sel induk megaspore) mengalami meiosis dan menghasilkan megaspore
haploid di dalam ovul. Megaspora yang sintas berkembang menjadi gametofit
betina, yang tetap berada dalam sporangia.
Semenjak
polen muda dan runjung penghasil ovul muncul dipohon, diperlihatkan waktu
hampir tiga tahunbagi gametofit jantan dan betina untuk dihasilkan dan disatukn
serta bagi biji dewasa untuk terbentuk dari ovul yang terfertilisasi. Sisik-sisik
dari masing-masing runjung penghasil ovul kemudian memisah, dan biji-bijinya
disebarkan oleh angin. Biji yang mendarat pada lingkungan yang sesuai kemudian
bergerminasi, embrionya muncul sebagai semaian pinus.
2.10. Gymnospermae
(Tumbuhan Berbiji Terbuka)
Gymnospermae adalah tumbuhan yang
memiliki biji terbuka. Gymnospermae berasal dari bahasa Yunani, yaitu gymnos
yang berarti telanjang dan sperma yang berarti biji, sehingga gymnospermae
dapat diartikan sebagai tumbuhan berbiji terbuka.tumbuhan berbiji terbuka
merupakan kelompok tumbuhan berbiji yang bijinya tidak terlindung dalam bakal
buah (ovarium). Secara harfiah Gymnospermae berarti gym = telanjang dan spermae
= tumbuhan yang menghasilkan biji. Pada tumbuhan berbunga (Angiospermae atau
Magnoliphyta), biji atau bakal biji selalu terlindungi penuh oleh bakal buah
sehingga tidak terlihat dari luar. Pada Gymnospermae, biji nampak (terekspos)
langsung atau terletak di antara daun-daun penyusun strobilus atau runjung.
Gymnospermae telah hidup di bumi sejak periode
Devon (410-360 juta tahun yang lalu), sebelum era dinosaurus. Pada saat itu,
Gymnospermae banyak diwakili oleh kelompok yang sekarang sudah punah dan kini
menjadi batu bara : Pteridospermophyta (paku biji), Bennettophyta dan
Cordaitophyta. Anggota-anggotanya yang lain dapat melanjutkan keturunannya
hingga sekarang. Angiospermae yang ditemui sekarang dianggap sebagai penerus
dari salah satu kelompok Gymnospermae purba yang telah punah (paku biji).
Gymnospermae berasal dari
Progymnospermae melalui proses evolusi biji. Hal tersebut dapat dilihat dari
bukti-bukti morfologi yang ada. Selanjutnya Progymnospermae dianggap sebagai
nenek moyang dari tumbuhan biji. Progymnospermae mempunyai karakteristik yang
merupakan bentuk antara Trimerophyta dan tumbuhan berbiji. Meskipun kelompok
ini menghasilkan spora, tetapi juga menghasilkan pertumbuhan xylem dan floem
sekunder seperti pada Gymnospermae. Progymnospermae juga sudah mempunyai
kambium berpembuluh yang bifasial yang mampu menghasilkan xilem dan floem sekunder.
Kambium berpembuluh merupakan ciri khas dari tumbuhan berbiji. Salah satu
contoh Progymnospermae adalah tipe Aneurophyton yang hidup pada jaman Devon,
sudah menunjukkan system percabangan tiga dimensi dengan stelenya yang bertipe
protostele. Contoh lainnya adalah tipe Archaeopteris yang juga hidup di jaman
Devon. Kelompok ini dianggap lebih maju karena sudah menunjukkan adanya system
percabangan lateral yang memipih pada satu bidang dan sudah mempunyai struktur
yang dianggap sebagai daun. Batangnya mempunyai stele yang bertipe eustele yang
menunjukkan adanya kekerabatan dengan tumbuhan berbiji yang sekarang.
Tumbuhan yang termasuk golongan ini
terdiri atas tumbuh – tumbuhan yang berkayu dengan bermacam – macam habitut.
Bagian kayunya berasal dari berkas -
berkas pembuluh pengangkutan kolateral terbuka yang pada penampang
melintang batang tersusun dalam suatu lingkaran, dan karenaadanya kambium
memperlihatkan pertumbuhan menebal sekunder. Dalam bagian xilem tidak terdapat
pembuluh – pembuluh kayu, melainkan hanya trakeida saja dan di dalam floem
berlainan juga dengan tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) tidak terdapat
sel – sel pengiring. Selain itu batang tumbuhan berbiji terbuka pada umumnya
tidak terdapat floeoterma.
Daun mempunyai bentuk yang bermacam
– macam, kaku, dan selalu hijau dengan di dalamnya berkas – berkas pengangkutan
yang tidak bercabang atau bercabang menggarpu. Bunga menurut pengertian sehari
– hari belum ada, kadang – kadang makrosporofil dan mikrosporofil masih
terkumpul dalam jumlah yang tidak terbatas pada suatu sumbu yang panjang.
Hiasan bunga tidak ada atau tereduksi. Gametofit telah mengalami reduksi,
tetapi belum begitu jauh seperti pada Angiospermae. Gymnospermae dibagi dalam
sejumlah kelas yang sebagian telah punah.
1. Kelas
Paku Biji (Pteridospermae atau Cycadofilicinae)
Paku
biji adalah tumbuhan fosil yang telah hidup dalam zaman Devon, mencapai puncak
perkembanagan dalam zaman Karbon dan Perm serta telah punah dalam zaman
Mesozoikum. Daunnya menyerupai daun tumbuhan paku. Sporofilnya menyerupai daun
biasa tetapi belum terkumpul menjadi bunga. Batangnya kecil seperti liana atau
tumbuh tegak mempunyai xilem yang eksark atau endark dengan pertumbuhan
menebal. Kayu sekunder mempunyai trakeida dengan noktah – noktah halaman dan jari
– jari teras yang lebar. Dari Pteridospermae dikenal dua suku :
a.
Lyginopteridaceae. Batang ada yang memanjat, tidak atau sedikit saja
bercabang, mempunyai teras atau tidak. Baik akar maupun batangnya mempunyai
kambium dan memperlihatkan pertumbuhan menebal sekunder. Tajuk pohon berbentuk
kipas. Bakal biji mempunyai piala. Contoh Lyginopteris oldhamia
b.
Medullosaceae. Batangnya mempunyai banyak stele, masing – masing
memperlihatkan pertumbuhan menebal sekunder. Bakal biji tidak mempunyai piala.
2. Kelas Cycadinae
Kelas ini hanya terdiri
atas satu bangsa yaitu Cycadales dengan satu suku Cycadaceae.
Kelompok tumbuhan ini telah mulai muncul menjelang akhir zaman Palaeozoikum.
Habitusnya menyerupai palama, berkayu, tidak atau sedkit sekali bercabang,
teras besar, korteks tebal. Daun tersusun dalam rozet batang, berbagi menyirip
atau menyirip, yang masih muda tergulung seperti daun paku.
Sporofil tersusun dalam strobilus yang berumah dua.
Strobilus selalu terminal, tanpa bagian- bagian yang menyerupai daun pada pangkalnya.
Dari suku Cycadaceae yang terdapat di Indonesia adalah marga Cycas
misal Cycas rumpii.
3. Kelas Bennettitinae
Kelas
ini telah punah. Dari sisa – sisa yang ditemukan dijadikan satu suku yaitu :
Suku Bennettitaceae.
Tumbuh –tumbuhan berkayu, batang payung menggarpu, mempunyai teras di pusat dan
sedikit kayu. Daun menyirip, jarang tidak. Strobilus dalam ketiak daun, kadamg
– kadang pada tangkai yang panjang di antara daun – daun, kadang- kadang pada tangkai yang pendek dan keluar
dari bagian batang yang telah tua, kadang – kadang juga di ujung (terminal),
pada cabang – cabang atau batang yang menggarpu. Bakal biji dengan satu
integumen dan satu ruang serbuk sari. Lembaga mempunyai dua daun lembaga.
Strobilus pada pangkalnya mempunyai sisik- sisik yang tersusun dalam suatu
spiral. Gametofitnya tidak dikenal.
4. Kelas Cordaitinae
Tumbuh – tumbuhan ini dalam zaman Karbon dan Perm
telahmerupakan suatu hutan- hutan, akan tetapi dalam zaman Perm itu pula rupa –
rupanya telah menjadi punah. Umumnya berupa pohon – pohon yang tinggi yang
bercabang- cabang, mmeperlihatkan pertumbuhan sekunder. Daun tunggal bangun
lanset atau pita, bertulang sejajar. Duduknya tersebar, dan pada ujung – ujung
dahan amat berdekatan. Strobilus jantan tersusun dalam dua baris pada tangkai –
tangkai yang tebal terletak di antara daun – daun. Strobilusnya mempunyai sumbu
yang tebal terletak di antara daun – daun.
Bakal biji terpisah- pisah, tiap bakal biji terdapat
pada suatu tangkai yang menyerupai daun, masing – masing mempunyai satu
integumen dan ruang serbuk sari yang panjang. Biji pipih, kadang – kadang
bersayap dan terdapat pada tangkai yang panjang.
Kelas Cordaitinae meliputi bangsa
Cordaitales yang membawahi Cordaitaceae atau Pityaceae,
contoh – contoh antara lain :
Cordaites laevis
Cordaianthus pseudofluitans
5. Kelas Ginkyoinae
Kelas ini telah tersebar luas di zaman Mesozoikum dan
Tersier, berupa pohon- pohonan yang mempunyai tunas panjang dan pendek dengan
daun- daun yang bertangkai panjang berbentuk pasak atau kipas, dengan tulang-
tulanh yang bercabang – cabang, yang meranggas dalam musim gugur.
Tumbuh – tumbuhan ini berumah dua, rangkaian sporofil
terdapat pada tunas pendek dalam ketiak daun – daun peralihan atau dalam ketiak
daun biasa. Strobilus jantan terpisah – pisah
dalam ketiaksisik – sisik pada tunas pendek, mikrosporofil (benang sari)
tidak seberapa banyak dan duduknya tidak teratur dengan 2 – 4 kantong sari.
Biji mempunyai kulit luar yang betdaging dan kulit dalam yang keras. Lembaga
mempunyai dua daun lembaga. Kelas ini
terdiri dari satu bangsa Ginkyoales dan hanya meliputi satu suku Ginkyoaceae.
Contohnya : Ginkyo biloba.
6. Kelas Coniferae atau Coniferinae
Kelas ini meliputi semak – semak, perdu, atau pohon –
pohon dengan tajuk yang kebanyakan berbentuk kerucut (conus = kerucut ; ferein
= mendukung). Daun tumbuhan kelas ini banayak yang berbentuk jarum. Kelas ini
terbagi dalam beberapa bangsa, yaitu :
a.
Bangsa
Taxales
Bangsa ini terdiri atas pohom –pohon atau semak –semak. Daun duduknya
tersebar, berbentuk lanset. Strobilus berumah dua, yang janatan terpisah –
pisah atau merupakan bulir dalam ketiak – ketiak daun, dengan mikrosporofil
yang berbentuk perisai atau sisik. Bakal biji berpasangan di atas sisik- sisik
biji atau pada ujungnya (terminal). Contoh : Cephalotaxus fartanei
b.
Bangsa
Araucariales
Suku Araucariaceae. Pohon – pohon dnegan daun tersebar, berbentuk
jarum atau lebar dengan saluran – saluran resin di dalamnya. Tumbuh –tumbuhan
ini berumah dua. Strobilus jantan besar, di ketiak atau di ujung cabang –
cabang yang pendek dengan mikrosporofil yangbertangkai dan berbentuk sisik.
Suku ini terbagi menjadi dua marga :
Acauracia,misalnya A.
Cunninghamii
Agathis, misalnya Agathis
alba
c.
Bangsa
Podocarpales
Suku Podocarpaceae. Perdu atau pohon dengan daun berbentuk sisik,
jarum, garis, atau lanset dan kadang juga bulat telur. Tumbuh –tumbuhan in
berumah dua. Strobilus jantan terminal atau di ketiak, kebanyakan agak panjang
dengan mikrosporofil, masing – masing dengan 2 kantong sari. Contoh : Podocarpus
imbricate
7. Bangsa Gnetinae
Tumbuhan berkayu yang batangnya bercabang – cabang
atau tidak, atau hanya terdiri atas hipokotil yang menebal. Dalam kayu sekunder
terdapat vasa (trakea). Saluran resin tidak ada. Daun tunggal, berhadapan.
Bunga berkelamin tunggal, majemuk, terdapat dalam ketiak daun pelindung yang
besar, mempunyai tenda bunga. Bunga betina mempunyai bakal biji yang tegak.
Pembuahan dengan perantaraan buluh serbuk dengan dua inti generatif yang tidak
sama besar di dalamnya. Lembaga mempunyai dua daun lembaga. Terdiri dari bangsa
:
a.
Bangsa
Ephedrales. Contoh : Ephedra altissima
b.
Bangsa
Gnetales. Contoh : Gnetum gnemon
c.
Bangsa
Welwitschiales. Contoh : W. mirabilis
erophyta merupakan
kelompok terbesar dari filum-filum gimnosperma, terdiri dari sekitar 600
spesies conifer (dari kata latin conus, runjung, dan fere, mengangkut). Banyak
conifer merupakan pohon besar, misalnya sipres dan redwood. Segelintir spesies conifer mendominasi wilayah hutan yang
sangat luas di belahan bumi utara, tempat musim pertumbuhan relative singkat
akibat posisi lintang atau ketinggiannya dari permukaan laut.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1
Gymnospermae telah hidup di bumi sejak periode Devon (410-360 juta tahun yang
lalu), sebelum era dinosaurus. Gymnospermae berasal dari Progymnospermae
melalui proses evolusi biji. Sebagai contoh Progymnospermae adalah tipe
Aneurophyton dan tipe Archaeopteris. Gymnospermae yang masih ada menyediakan
bukti transisi evolusioner menuju sperma nonmotil. Sperma dari beberapa spesies
gymnospermae mempertahankan kondisi berflagela purba, namun flagella telah
hilang pada sperma kebanyakan gymnospermae dan semua angiosperma.
3.1.2
Keuntungan dari mengetahui evolusi biji adalah kita dapat mengetahui inovasi
evolusioner penting yang berkontribusi dalam membuka cara-cara baru bagi
kehidupan tumbuhan berbiji.
DAFTAR
PUSTAKA
Hidayat, E.
1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji.
Bandung: ITB.
Tjitrosoepomo,
Gembong.2004. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta. UGM Press.
Mulyani,
Sri . E. S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Watson M. Laetsch.1979.Plants.Canada
:Brown and Company.